Foto: Nicolas Tumin saat berada di kebun kakao miliknya

TANJUNG REDEB, – Sebagai petani, Nicholas Tumin sangat yakin kakao merupakan komoditi yang akan menjadi pondasi ekonominya. Sehingga, pada tahun 2005 lalu, dirinya nekat membudidayakan kakao di kebun miliknya.

Saat itu, dirinya tidak memiliki pengetahuan apapun dalam melakukan pemeliharaan serta bagaimana perlakuan terhadap kakao sebelum dan sesudah panen. Tetapi, Nicholas sepertinya tidak begitu memperdulikan resikonya, dan tetap nekat berkebun kakao.

Ada banyak kesulitan yang dialaminya ketika baru menanam kakao. Mulai dari pupuk, serta bagaimana cara mengantisipasi berbagai penyakit dan hama yang menyerang.

“Waktu itu nekat saja, sambil nanya-nanya ke teman-teman yang sudah duluan menanam. Saya meyakini kakao ini sesuai dengan kebutuhan pasar. Kakao menjadi pilihan, karena memiliki peluang yang cukup baik,” katanya.

Diterangkannya, ketika panen tiba,satu pohon kakao di kebunnya rata-rata paling banyak menghasilkan 30 buah saja. Hasil itu menurutnya masih terbilang sedikit dari seharusnya.

Buah kesabarannya berkebun kakao, akhirnya mulai terbayarkan ketika PT Berau Coal memberikan program pendampingan pada petani kakao di Suaran pada tahun 2010 lalu.

Berbagai ilmu pengetahuan tentang tata cara budidaya kakao, serta pelatihan mengelola kebun kakao diberikan. Bahkan, kelompok tani kakao juga dibentuk, yang mana saat dirinya memulai kebun kakao pada tahun 2005 lalu, belum ada satupun kelompok tani kakao.

“Dari pendampingan itu, kami mendapatkan bimbingan secara rutin setiap bulan oleh tim Berau Coal. Dengan menyampaikan berbagai arahan kepada petani, khususnya tentang pemeliharaan perlakuan sebelum hingga masa panen,” jelasnya.

Setelah mengikuti arahan yang diberikan pihak Berau Coal, dan menerapkannya langsung di kebun kakao miliknya, hasilnya pun mulai terlihat. Perbedaan paling mencolok adalah, dalam menanam kakao, dilakukan dengan metode tempel atau stek.

Metode tersebut dikatakannya sangat mempengerahi buah. Bahkan, jika dulu dirinya menanam kakao tanpa menggunakan metode tempal buahnya hanya berkisar 30 buah per pohon. Kini dengan menggunakan tempelan atau stek, jumlah per pohon mencapai 300 buah.

“Itu sudah pernah dihitung. Tidak hanya menambah jumlah buah, tetapi juga menambah kualitas buah serta biji kakao yang dihasilkan juga lebih padat. Kalau kita mempertahankan perlakuan dengan cara yang lama, tidak akan maksimal buahnya,” katanya.

Saat ini kata dia, kelompok tani kakao juga mulai semakin bertambah. Yang mana sebelum adanya pendampingan dari Berau Coal belum ada kelompok tani, kini sekarang sudah ada 3 kelompok tani di Suaran, yakni Kelompok Tani Mekar Jaya I, Kelompok Tani Mekar Jaya II, dan Kelompok Tani Mekar Jaya III.

Diakuinya,  sejak masuknya Berau Coal mendampingi petani kakao di Suaran, membuat perubahan kepada petani. Bahkan diuntungkan. Misalnya, mendapatkan bimbingan gratis, bantuan seperti pupuk, dan bahan antisipasi hama dan penyakit kakao.

Berau Coal juga dikatakannya, selalu memberikan dorongan dan motivasi untuk mendorong semangat kami sebagai petani. Yang tujuan akhirnya adalah, agar petani menikmati hasil panen dengan kualitas yang bagus.

“Petani juga mendapatkan harga yang layak sesuai dengan kualitas buah dan biji. Apalagi pasarnya kami dibantu oleh Berau Coal juga. Hasilnya sangat memuaskan,” tuturnya.

Sementara itu, Muhammad Khodim selaku Head of Cacao Busines Unit PT Berau mengatakan, Berau Cocoa yang merupakan bagian dari program CSR Berau Coal, melakukan pendampingan petani kakao, serta bekerja sama dengan beberapa pihak, salah satunya Dinas Perkebunan Berau maupun di Provinsi Kalimantan Timur.

Ada juga beberapa pihak yang digandeng, yakni Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) di Jember. Dari sana, pihaknya meminta rekomendasi bibit kakao unggul, dan supervisi bagaimana berkebun kakao dengan baik.

“Kami juga memberikan jaminan pasarnya. Jadi produk panen dari petani, setelah lulus standar baik dari bibit, dan pengeolahan kebunnya, maka hasilnya pun sudah pasti sesuai standar,” katanya.

Berau Cocoa dijelaskan, hanya mendampingi dalam hal pasca masa panen. Jadi biji kakao yang selesai dipanen, tidak langsung dijemur. Melainkan dilakukan beberapa proses, salah satunya dilakukan fermentasi.

“Mereka juga diberikan bimbingan cara memetika buah yang baik, memecah buah yang benar, dan hal lain setelah panen, agar memperoleh hasil akhir yang maksimal dari sisi kualitas,” tuturnya.

Berau Coal juga memberikan bantuan bibit kakao. Yang mana dalam prosesnya, bekerjasama dengan Dinas Perkebunan Berau untuk memetakan kelompok tani  mana saja yang layak mendapatkan bantuan bibit. Apakah termasuk kelompok tani yang aktif atau tidak.

“Tidak sembarangan juga. Karena jenis bibit juga harus menyesuaikan dengan kondisi dan luas lahan yang ada. Kelompok taninya juga diverifikasi, memenuhi syarat atau tidak. Seperti administrasi, lahannya di mana, dan lain sebagainya,” katanya.

Diharapkannya ke depan, melalui pendampingan yang dilakukan Berau Coal, dapat membangun suatu ekosistem kakao yang berkelanjutan. Apalagi saat ini, Berau Cocoa tidak hanya menjangkau pasar dalam negeri, melainkan juga pasar luar negeri, khususnya Eropa. Terlebih kakao berau saat ini telah memiliki sertifikasi Indikasi Geografis.

“Harapan kami kedepannya, dengan kita berkolaborasi dari hulu sampai hilir, dari pembibitan sampai dengan panennya, petani-petani kakao ini dapat lebih bersemangat agar kesejahteraan ekonomi melalui kakao ini dapat tercapai,” pungkasnya.(*)