Foto: Ilutrasi Stunting

TANJUNG REDEB – Wakil Ketua 1 DPRD Berau, Sarifatul Syadiah mengaku miris melihat masih tingginya kasus stunting di Berau. Padahal, APBD Berau cukup tinggi. Namun gitu, ia mengacungi jempol kepada seluruh jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau serta pihak ketiga yang telah berkontribusi dalam pencegahan peningkatan stunting di Bumi Batiwakkal.

Hanya saja, ia meminta bisa lebih ditingkatkan lagi. Pasalnya, dari data yang ada, empat kecamatan terdekat dari pusat kota Berau, masih menduduki peringkat tertinggi kasus stunting. Di antaranya Kecamatan Tanjung Redeb sebanyak 136 anak, Kecamatan Gunung Tabur 205 anak, Kecamatan Teluk Bayur 102 anak dan yang tertinggi Kecamatan Sambaliung 227 anak.

“Sebenarnya mencegah stunting itu tugas kita bersama, namun setelah ada instruksi dari bupati tadi mudah-mudahan seluruh pihak yang terkait bisa lebih bekerja dengan maksimal,” ujarnya.

Meskipun ada instruksi dari kepala daerah, agar setiap perusahaan memberikan komitmen terhadap pencegahan stunting. Menurut Madri mestinya pemerintah mengikuti alur sesuai aturan yang ada.

“Contoh tadi beberapa perusahaan diminta harus mendukung mencegah stunting. Ya bikinkan surat edaran sesuai dengan aturan kementerian dan sebagainya. Tentunya by data itu valid. Dengan cara seperti ini perusahaan bida bergerak lebih cepat,” jelasnya.

Kendati demikian, Politisi Golkar ini berharap kepala daerah selaku pemangku kebijakan tidak serta merta memberikan instruksi begitu saja kepada pihak ketiga. Namun ada tata cara pelaksanaan yang mesti dilalui sebagai tahap verifikasi guna pemaksimalan pencegahan stunting yang kian marak di Bumi Batiwakkal.

“Saya rasa dengan cara seperti ini pihak perusahaan pasti lebih siap untuk membantu. Artinya lakukan rapat koordinasi lalu berikan surat edaran untuk berkontribusi terhadap masyarakat,” katanya.

Terpisah, Plt Kepala Dinas Kesehatan Berau, Halijah mengakui dua kecamatan di kota cukup tinggi. Namun hal ini dibarengi dengan jumlah penduduk yang cukup banyak. Begitu juga dengan jumlah balitanya.

“Hasil survei Kemenkes pada tahun 2021 lalu di Berau yakni 25,7 persen, dan saat ini di tahun lalu sudah turun menjadi 21,6 persen,” bebernya.

Dijelaskan Halijah, masalah stunting tentu harus ditangani bersama. Banyak leading sector yang tergabung. Bukan hanya di Dinkes saja, namun pihaknya telah mengadakan pelatihan terhadap para kader posyandu.

“Kalau aksi nyata banyak, acuan kita ada Perpres 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting,” ujarnya.

Dilanjutkannya, untuk masalah stunting, anggaran yang dikucurkan untuk tahun ini yakni 127 balita dikali Rp 16.500 dikali 90 hari. Untuk ibu hamil Rp 21.500 dikali 90 hari, kali 71 ibu hamil. Untuk lima puskesmas perkotaan.

“Pencegahan, pembagian TTD (tablet tambah darah) untuk remaja putri, mulai SMP dan SMA, anggarannya di PKM. Pemantauan tumbuh kembang balita rutin setiap bulan di posyandu,” ucapnya.

Disinggung mengenai data 2023 ini, dijelaskan Halijah, hingga kini presentase perhitungan baru 46 persen yang merupakan pendataan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023. Jumlah ini minimal 80 persen. Sehingga belum bisa dipastikan, berapa persen jumlah stunting di Bumi Batiwakkal. “Belum, biasanya akhir tahun,” tutupnya. (adv)

Reporter: Hendra Irawan