JAKARTA – Harga komoditas batu bara mengalami rebound setelah melemah tiga hari berturut-turut. CPO juga masih berada di zona hijau di tengah harga minyak mentah yang lebih rendah.
Harga batu bara berjangka kontrak Februari 2024 di ICE Newcastle menguat 1,60% atau 1,95 poin ke level 123,95 per metrik ton. Kemudian, kontrak pengiriman Maret 2024 juga menguat 1,65% atau 1,95 poin ke level 120,25 per metrik ton.
Mengutip CoalMint, jumlah kapal pengangkut baru bata yang tiba di pelabuhan india naik 6% pada 1-15 Januari 2024 menjadi 9,92 juta ton dibandingkan dengan 9,37 juta ton pada bulan lalu (month-to-month/mtm).
Adapun, perusahaan BUMN India, Coal India Ltd, melanjutkan kinerja produksi batu bara yang kuat pada Desember 2023, dengan kenaikan produksi sebesar 8,2% (year-on-year/yoy) menjadi 71,9 juta ton, dibandingkan dengan 66,4 juta ton pada Desember 2022.
Kemudian, total impor Indonesia pada semester pertama Januari tahun ini mencapai volume tertinggi sebesar 3,84 juta ton. Namun, pengiriman dari Indonesia mencapai 3,84 juta ton pada periode tersebut, turun 10% dibandingkan dengan Desember 2023 yang mencapai 4,26 juta ton.
Penurunan impor dari Indonesia disebabkan oleh kekurangan pasokan akibat tertundanya proses RKAB (rencana kerja dan anggaran biaya). Dari 310 penambang di Indonesia, sebanyak 150 penambang ditolak persetujuan kuotanya, sementara 65 penambang mendapat persetujuan.
Selain itu, permintaan batu bara di India rendah karena kurangnya kebutuhan daya dan produksi batu bara di dalam negeri yang tinggi.
Harga CPO
Harga (CPO) atau minyak kelapa sawit di bursa derivatif Malaysia pada Februari 2024 menguat 33 poin menjadi 3,961 ringgit per metrik ton.
Kemudian, kontrak Maret 2024 juga mengalami penguatan sebesar 36 poin menjadi 3,957 per metrik ton. Mengutip Reuters, minyak sawit berjangka Malaysia pada Senin (22/1/24) menghadapi harga minyak mentah yang lebih rendah, meskipun kekhawatiran produksi dan kekuatan minyak nabati saingan membatasi penurunan tersebut.
Menurut surveyor kargo Intertek Testing Services, ekspor produk minyak kelapa sawit Malaysia pada 1-20 Januari 2024 meningkat sebesar 3,62% menjadi 867.828 ton, dibandingkan dengan bulan sebelumnya (mtm).
Kemudian, AmSpec Agri Malaysia, melaporkan bahwa ekspor produk minyak kelapa sawit Malaysia pada 1-20 Januari 2024 mengalami penurunan sebesar 2,7% menjadi 828.910 ton, dari 852.138 ton pada bulan sebelumnya.
Di lain sisi, berdasarkan survei Reuters pada Kamis (18/1), Indonesia, selaku produsen minyak kelapa sawit terbesar, diproyeksikan memproduksi 48,87 juta ton minyak kelapa sawit, naik sebesar 0,6% pada 2024. Sedangkan Malaysia, yakni produsen minyak kelapa sawit mentah terbesar kedua, diperkirakan meningkat 1% dari tahun sebelumnya menjadi 18,75 juta ton pada 2024.
Harga minyak pada Senin (22/1/24) juga mengalami penurunan karena tekanan ekonomi yang mempengaruhi prospek permintaan minyak global, yang mengalahkan kekhawatiran geopolitik di TImur Tengah dan serangan terhadap terminal ekspor bahan bakar Rusia pada akhir pekan lalu.
Kontrak minyak kedelai yang paling aktif di Dalian, DBYcv1, naik 0,77%, dan kontrak minyak kelapa sawit naik, DCPcv1, juga meningkat sebesar 0,4%. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT), BOcv1, juga naik 0,36%.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Ringgit malaysia, ditutup melemah tipis -0,01% terhadap dolar AS. Ringgit yang melemah membuat minyak kelapa sawit lebih menarik bagi pemegang mata uang asing. (Bisnis.com/zuh)