Foto: Putri Arofah saat memperlihatkan hasil karya-karyanya.

GUNUNG TABUR- Sebuah kabar yang mengejutkan sampai di telinga Hajah Putri Arofah. Menurut berita, Bupati Berau, Muharram, wafat karena terinfeksi Covid-19. Padahal, baru tiga hari yang lalu orang nomor satu di Bumi Batiwakal itu bertandang ke Rumah Putri Batik Maluang. Hajah Putri sebagai pemilik rumah batik di Kampung Maluang, Kecamatan Gunung Tabur, tersebut, tak berhenti memikirkan kejadian itu.

Gelisah Hajah Putri akhirnya benar-benar terjadi. Hari berikutnya di pengujung September 2020 pun berubah suram baginya. Ia bersama dua rekan sesama pembatik terpaksa ‘dikucilkan’. Bengkel membatik miliknya waktu itu dituding menyebarkan pandemi ke lingkungan sekitar. Hajah Putri dan kolega pun diisolasi.

Selama dua pekan, mereka tidak keluar dari kediaman Hajah Putri. Rumah itu punya pekarangan yang lega. Sebuah garasi tak berdinding dengan atap tinggi berdiri terpisah di depan rumah. Terasnya dilengkapi atap sedangkan bangunan utama berdinding beton berwarna hijau dan ungu. Peralatan membatik sederhana tersedia di dalam rumah tersebut.

“Pada saat ‘dikucilkan’ itu, kami bertiga memutuskan memperdalam teori dan praktik yang diajarkan sebelumnya,” demikian Hajah Putri ketika ditemui di kediamannya, Sabtu, 26 Maret 2022.

Jauh sebelum pandemi tiba, Hajah Putri memulai kisah, ia mengikuti pelatihan dari Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Berau. Pelatihan membatik diadakan di kantor Kepala Kampung Maluang pada pertengahan 2018. Pesertanya datang dari seluruh kampung di Berau. Hajah Putri Arofah bersama beberapa rekan tertarik sehingga mengikutinya.

Tak lama kemudian, masyarakat Kampung Maluang menerima bantuan dari BPJS Ketenagakerjaan. Semua warga diberi kartu BPJS Ketenagakerjaan plus bantuan kepada pemerintah kampung sebesar Rp 20 juta. Oleh Kepala Kampung Maluang, Muchtar, bantuan dipakai untuk mendatangkan pelatih membatik. Kebiasaan membatik akhirnya pelan-pelan tumbuh di kampung tersebut.

Pada awalnya, 30 perempuan yang mengikuti pelatihan. Beberapa di antara mereka terus mendalami seni membatik, termasuk Hajah Putri. Pada penutup 2019, ia akhirnya mendirikan Rumah Putri Batik Maluang. Di sinilah berkumpul ibu-ibu rumah tangga yang tertarik membatik. Hajah Putri berharap, ibu-ibu yang produktif bisa memperkuat fondasi ekonomi rumah tangga sebagaimana tujuan utama rumah batik itu didirikan. 

Pelan tapi pasti, nama Batik Maluang mulai dikenal di lingkup kabupaten. Sampai akhirnya, kembali ke awal cerita, Bupati Muharram datang berkunjung, tiga hari sebelum ia wafat.

“Ketika isolasi mandiri selama dua pekan, kami mengasah ilmu yang diperoleh dari pelatihan-pelatihan tadi. Mulai teknik membatik hingga menyusun strategi pemasaran, kami dalami semua,” kenang Hajah Putri melanjutkan cerita.

Bergelut peralatan seadanya selama dua pekan, aneka corak batik dituangkan di atas helaian kain. Karya tersebut dipromosikan di Instagram. Tak disangka, respons di media sosial begitu positif. Semangat penghuni rumah batik pun menyala. Mereka sadar, pandemi tak boleh membuat terpuruk justru menjadi titik untuk bangkit.

Batik pertama akhirnya berhasil terjual selepas isolasi mandiri. Istri Penjabat Bupati Berau, HM Ramadhan, yang membelinya. Pembeli kedua adalah dr Zainal, seorang tenaga kesehatan yang pernah menangani operasi Hajah Putri. Dua helai batik bermotif katulada dan kantong semar itu laku dengan harga Rp 700 ribu per potong.

Melewati perjalanan panjang, Rumah Putri Batik akhirnya meraih nama besar pada pengujung 2021. Dari sebuah kampung di Berau, ribuan batik edisi terbatas mereka produksi. Karyawan rumah batik sudah 10 orang. Tiga hak paten juga dipegang. Sedangkan omzetnya, di atas Rp 100 juta rupiah per bulan. Sudah go international pula. Bupati Berau, Sri juniarsih, yang membawa Batik Maluang ke Inggris sebagai cendera mata sekaligus promosi produk lokal.

Baru-baru ini, sambung Hajah Putri, Wakil Ketua DPD RI, Mahyudin, memesan Batik Maluang dalam jumlah besar. Desain batik khas Berau ini akan dipakai seluruh anggota dan staf di DPD RI.

Menggores dengan Cinta

Motif menjadi kekuatan utama Batik Maluang di pasaran. Para pembatik mengaku, mendapatkan inspirasi dari lingkungan sekitar. Ketika memandang sungai, Hajah Putri Arofah menjelaskan, motif batik bisa muncul. Dari tanaman, hewan, bahkan suasana hati, motif batik yang berkualitas bisa dihasilkan. Itu sebabnya, Rumah Putri Batik Maluang membuat tagline ‘Goresan Cinta.’

Filosofi di balik tagline itu adalah mencintai batik sebelum membatik. Cara itu menghasilkan motif batik dengan corak menarik. Filosofi ini menghasilkan semua produk batik Putri Batik Maluang memiliki cerita masing-masing. Tidak satu pun dari ribuan helai kain yang diproduksi bermotif sama. Semuanya eksklusif dan berbeda kecuali ketika ada konsumen yang memesan pakaian atau selendang couple.

“Ciri khas kami adalah limited edition. Jadi, tidak perlu takut motif yang sama dengan pembeli lain. Semua motif pasti berbeda,” jelas Hajah Putri.

Goresan cinta Putri Batik Maluang sudah menghasilkan hak paten. Motif yang dilindungi paten itu adalah katulada, kantong semar, dan air pasang surut. Adapun jenis batik yang dipasarkan antara lain, batik tulis, batik cap, batik cap dan tulis (caplis), lukis, dan printing. Harga batik dimulai Rp 200 ribuan untuk yang paling murah. Sementara batik tulis adalah yang paling mahal yaitu Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta.

“Harga bergantung dari kerumitan membatik. Batik tulis yang paling rumit karena melewati 10 proses sebelum benar-benar bisa dijual. Durasi pembuatannya memakan waktu tiga hingga tujuh hari,” terang Hajah Putri.

Semangat di Balik Keberhasilan

Kunci keberhasilan Putri Batik Maluang adalah dukungan banyak pihak. Ada Pemkab Berau hingga PT Bukit Makmur Mandiri Utama atau BUMA. Khusus BUMA, Hajah Putri mengatakan, mendukung dari awal hingga sekarang.

Bantuan konkret BUMA adalah pada 12 Juni 2021. BUMA Job Site Lati waktu itu mengadakan pelatihan membatik khas Maluang. Pesertanya 60 perempuan dari Kampung Maluang. Para peserta yang dibagi enam kelompok itu mengikuti pelatihan selama enam bulan. Materinya lengkap, sedari desain, pewarnaan, hingga pemasaran batik di media sosial.

Dukungan seperti itu, terang Hajah Putri, merupakan penyemangat untuk terus memproduksi batik khas Berau. Semangat di dalam hati sesungguhnya modal utama di balik pencapaian Batik Maluang.

“Batik identik dengan seni dan seni itu datangnya dari hati,” tutupnya. (*)

Editor: Rj Palupi