TANJUNG REDEB – Desa Wisata Payung-Payung belum lolos 50 Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2024, Kepala Kampung (Kakam) Payung-Payung, Rico menilai, dewan juri dianggap tidak berkompeten.
Karena itu, Rico melayangkan kekecewaannya lantaran kampung yang dikomandoinya gagal lolos ke 50 besar ADWI 2024, berdasarkan penilaian dewan juri yang menurutnya tidak berkompeten.
Sebab, menurutnya, Desa Wisata Payung-Payung masuk dalam destinasi wisata yang selalu masuk dalam 300 besar ADWI selama tiga tahun belakangan ini, namun tidak pernah tembus ke babak selanjutnya. Padahal, memiliki banyak pilihan atraksi wisata.
“Tiga tahun kami mengikuti dan sampai tahun ini pun masih masuk nominasi 300 besar saja,” tulis Rico, saat dikonfirmasi melalui aplikasi pesan instant WhatsApp, Senin (27/5/2024).
Diceritakan pengalaman pada 2022 lalu, pihaknya pernah melakukan studi banding ke salah satu destinasi wisata di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang masuk dalam 50 besar ADWI.
Menurutnya, pengelolaan destinasi wisata di sana tidak lebih baik dari Berau. Justru dengan dukungan penuh pemerintah, Rico mengklaim Payung-Payung bisa masuk di 5 besar, bila ukurannya destinasi wisata di Lombok.
“Menurut saya, jurinya tidak kompeten,” tegasnya.
Dalam proses penilaian, Rico menganggap dewan juri tidak objektif. Sebab, hanya menilai berdasarkan laporan yang di uplod di laman jaringan desa wisata alias Jadesta yang dikelola Kemenparekraf.
Sementara, menurutnya, harus ada penilaian secara cermat saat dewan juri telah memilih 500 desa wisata. Dengan melakukan pengecekan secara langsung di lokasi wisata yang telah memberikan laporan ke Jadesta.
Bisa saja laporan yang dicantumkan hanya pelengkap saja untuk unjuk kebolehan amenitas di destinasi wisata. Sementara, realitas di lapangan tidak ada.
“Bisa saja dia kasih laporan punya toilet disabilitias. Padahal, nyatanya tidak ada, tapi dicantumkan dan dianggap punya oleh dewan juri,” bebernya.
Rico menegaskan, bila dalam penilaian ADWI 2025 mendatang, metode tidak dirubah dan tidak melakukan peninjauan lapangan secara langsung, maka pihaknya tidak akan menyibukkan diri untuk berpartisipasi kembali di ajang skala nasional tersebut.
“Sepertinya kami tidak ikut lagi. Kalau metodenya masih sama,” tegasnya.
Menurutnya, Payung-Payung laik masuk di 5 besar ADWI. Sebab, di desa wisata yang dikelolanya itu memiliki keunggulan yang tidak dimiliki daerah lain, seperti ubur-ubur tanpa sengat dan tempat hidup habitat penyu hijau terbesar di dunia.
“Dari 2 objek itu saja rasanya tidak layak Kaltara dapat 1 desa,” ungkapnya.
Kendati demikian, dirinya tetap berkomitmen untuk terus melakukan pembenahan di Desa Wisata Payung-Payung dengan tujuan memberikan kenyamanan bagi para wisatawan yang berkunjung ke Pulau Maratua.
“Kami hidup dari kampung ini. Kami akan terus kembangkan, tapi bukan buat ADWI,” tegasnya serius.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata Disbudpar Berau, Samsiah Nawir, mengatakan seharusnya dari Kementerian dapat lebih objektif mempertimbangkan keunggulan destinasi wisata yang dimiliki Berau.
Tidak mencampuradukkan kepentingan secara politis masuk dalam indikator penilaian. Sebab, menurutnya, Desa Wisata Nipah-Nipah di Penajam Paser Utara (PPU), tidak lebih baik dari desatinasi wisata Biduk-Biduk, Payung-Payung dan beberapa destinasi lainnya di Berau.
Hanya saja, nilai jual PPU, saat ini lokasi tersebut sebagai kawasan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
“PPU memang akan dibangun IKN. Kemungkinan itu salah satu indikatornya,” prediksisnya.
Meski demikian, pihaknya meminta kepada seluruh pihak untuk memberikan dukungan dahulu terhadap Desa Wisata Pulau Derawan yang masuk 50 ADWI 2024.
Sebab, setelahnya Derawan akan kembali mendapatkan kucuran anggaran untuk pengembangan destinasi wisata dan menjadi lirikan wisata di nasional.
“Untuk sampai di tahap ini, tentu tidak mudah. Oleh karena itu, kami sangat butuh dukungan semua pihak,” pintanya. (*)
Reporter : Sulaiman
Editor : s4h