Foto: Lurah Sei Bedungun Yudi Sasmita

TANJUNG REDEB – Pembangunan Rumah Sakit Tipe B di lahan bekas lokasi PT Inhutani bakal berimbas pada warga yang mendiami lokasi tersebut. Bupati Berau Sri Juniarsih sebelumnya telah menegaskan tidak adanya ganti rugi bagi warga yang mendiami lokasi tersebut. Meski demikian, Pemkab tidak menutup mata terhadap nasib 91 warga di lokasi itu.

Lurah Sei Bedungun, Tanjung Redeb, Yudi Sasmita telah melakukan pendataan warga yang ada di lokasi eks PT Inhutani. Terdapat 91 warga yang tersebar di dua Rukun Tetangga. Yakni RT 04 dan RT 10 kelurahan Sei Bedungun. Mereka mendiami bangunan permanen dan semi permanen.

Pendataan warga yang menempati lahan eks PT Inhutani itu dikatakan Yudi Sasmita lantaran diminta oleh pemerintah daerah. Data tersebut diminta setelah adanya rencana pembangunan Rumah Sakit Tipe B di lahan eks PT Inhutani.

“Sebelum kami mendata, kami dari kelurahan bersama dua RT yang lokasinya masuk wilayah eks Inhutani sudah diajak rapat terkait rencana pemanfaatan lahan untuk pembangunan RS Tipe B. Dan hasil rapat itu kami diminta melakukan inventarisir,” ujarnya, Kamis 23 September 2021.

Yudi menyebut, dari hasil rapat bersama beberapa waktu lalu, sebagian besar yang akan dimanfaatkan untuk membangun RS Tipe B ini wilayahnya masih kosong alias masih hutan. Meskipun ada 91 warga yang masuk wilayah eks Inhutani, belum bisa dipastikan mereka harus pindah. Pihaknya belum mengetahui apakah wilayah berpenghuni itu masuk dalam 10 hektare lahan yang dihibahkan kepada pemerintah daerah atau tidak. Sebab, kepastiannya setelah melakukan pemetaan langsung.

“Tapi belum tahu kapan itu dilakukan, yang jelas kami sudah menyampaikan jumlah warga kami yang ada di area eks Inhutani sesuai permintaan,” jelasnya.

Dikatakan Yudi, dari 91 warga, paling banyak berada di RT 10. Menurutnya, seluruh warga ini mendirikan bangunan tanpa mengantongi surat menyurat apapun. Yudi menegaskan, kelurahan dan RT tidak pernah menerbitkan surat apapun. Warga juga menerima informasi dari kelurahan dan RT bahwasanya lokasi itu merupakan lahan yang masih dikuasai PT Inhutani.

“Sebelum mendirikan bangunan, kami dari kelurahan dan RT sudah memberi tahu bahwasanya lokasi itu masuk wilayah Inhutani. Jadi dengan segala risikonya ditanggung masing-masing,” katanya. 

“Kemudian mereka mendirikan bangunan ada yang permanen serta ada juga yang semi permanen,” tambahnya. (*)

Editor: RJ Palupi