TANJUNG REDEB – Ombudsman Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) memberi catatan merah untuk Pengelola Badan Layanan Umum (BLU) Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Kelas I Bandara Kalimarau, Kabupaten Berau.

Menurut Ombudsman Kaltim, Pengelola BLU UPBU Kelas I Bandara Kalimarau, dinilai keliru dalam menerapkan kebijakan transisi era digital dalam pelayanan publik di bandara plat merah tersebut.

Pjs Ombudsman Kaltim, Hadi Rahman, menyatakan dalam proses penerapan kebijakan baru, pihak bandara mesti cermat dalam tahap membangun komunikasi dengan publik.

“Dalam penerapan kebijakan ini yang jadi sorotan kami adalah proses komunikasi pihak bandara dengan masyarakat,” kata Hadi kepada bertauterkini.co.id, saat dikonfirmasi melalui sambungan seluler.

Kecermatan dalam tahap sosialisasi, menurutnya, menjadi proses penting yang dilakukan oleh pihak bandara dengan tujuan agar masyarakat tidak kaget dan protes berlebihan, atas kebijakan yang diterapkan pihak pengelola bandara.

Tahapan itu tercantum dalam beleid UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Pada pasal 8 pengelolaan informasi, penyuluhan dan pelayanan konsultasi. Termasuk pula pengaduan, pengawasan internal dan pelaksanaan pelayanan.

Salah satu agendanya, yakni memperkenalkan ke masyarakat terkait metode pembayaran menggunakan tapcash, e-money sampai penggunaan dompet digital QRIS.

Dia menyadari, saat ini publik tidak banyak yang mengenal dengan baik seluruh metode pembayaran yang diterapkan oleh pihak bandara, seperti yang berlaku saat ini.

“Kami harus jujur, kalau masyarakat itu tidak familiar dengan metode itu,” tegas Hadi Rahman.

Namun secara esensi, langkah dari manajemen bandara diberi jempol oleh ombudsman, karena di era modern ini, proses transisi digital menjadi kewajiban dalam meningkatkan sektor pelayanan publik.

Dalam pelayanan publik saat ini, Hadi menyebut, seharusnya masyarakat tidak asing dengan proses transaksi digital.

Salah satunya, ketika publik hendak menikmati jalur kendaraan tanpa hambatan alias jalan tol, di pintu masuk dan keluar tol, diwajibkan bertransaksi menggunakan dompet digital.

Secara prinsip, penggunaan metode digital dalam setiap transaksi di sektor pelayanan publik harus dapat memberikan kemudahan bagi setiap pengguna.

“Dimana-mana juga sudah seperti itu. Orang bisa pakai QRIS juga sampai e-money dan itu bagus,” ujarnya.

Pengurangan metode transaksi konvensional, sebutnya, merupakan cara pemerintah dalam menekan angka potensi kecurangan alias suap hingga korupsi yang dilakukan oknum pelayan publik.

Sebab, secara sederhana, setiap transaksi menggunakan metode digital tidak menyimpan dan memberikan kesempatan kepada petugas atau orang untuk menyimpan langsung dana yang digunakan untuk bertransaksi.

“Potensi kecurangan itu, akan mengurangi beban pajak yang harus disetorkan ke negara,” ucapnya.

Hadi menyebut, bila pihak bandara telah melakukan sosialisasi dengan baik dan jangka waktu yang cukup, langkah selanjutnya bandara harus terbuka dalam proses mendengar pendapat publik dalam bentuk aduan.

Secara teknis, pihak bandara dapat memberikan arahan kepada publik atas kendala teknis maupun non-teknis yang menghambat pelayanan.

“Jadi, bandara harus punya layanan aduan yang bisa mengarahkan pengguna pelayanan untuk menyelesaikan masalahnya,” terang Hadi. (*)

Reporter : Sulaiman

Editor : s4h