Foto: Wisatawan saat bermain dengan whale shark di Talisayan

TANJUNG REDEB, -Tingkat kunjungan wisata bahari Berau mulai stabil seiring terbukanya kran sektor pariwisata pasca gelombang covid-19. Wisata bahari Berau tidak lepas dari satwa whale shark atau hiu paus.

Keberadaannya di perairan Talisayan dan Derawan menjadi penambah daya tarik wisatawan masuk. Namun seiring tingginya interaksi whale shark dengan manusia, membuat lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan menilai perlu ada pengaturan interaksi.

Meski memiliki ukuran sangat besar, Satwa ini terkenal ramah saat berinteraksi dengan wisatawan,baik disentuh bahkan terkadang ditumpangi wisatawan. Hal ini yang membuat LSM World Wide Fund for Nature (WWF) menilai perlunya ada pembatasan interaksi.

WWF melakukan sosialisasi terkait aturan dalam melakukan interaksi dengan hiu paus. Whale Shark Indonesia, Mahardhika Himawan mengatakan, banyak wisatawan yang datang dan berkunjung,namun tidak memahami dengan baik cara berinteraksi dengan hidup paus. Akibatnya, hal itu membuat hiu paus terganggu bahkan stress.

“Seperti aktivitas pariwisata yang semakin meningkat, tapi tidak dibarengi pemahaman terkait kondisi hiu paus. Seperti memegang, bahkan menunggangi hiu paus, itu tidak boleh,” ujarnya.

Menurutnya, ada sejumlah larangan saat interaksi seperti dilarang menimbulkan gerakan yang dapat memprovokasi hiu paus, mengeluarkan suara keras, melakukan gerakan mendadak, menyentuk dan mengejar hiu paus, serta membuang sampah ke laut. Khususnya di sekitar keberadaan hiu paus.

Begitu juga dengan jumlah wisatawan yang berenang,free dive maupun diving didekat hiu paus ini, ketika berada di dalam air maksimal enam orang dalam tiap grup, dengan durasi 15 menit.

Menurutnya, perlu sosialisasi lebih luas, agar aturan-aturan itu dapat dipahami oleh masyarakat luas. Makanya, beberapa pekan lalu, pihaknya melakukan kegiatan pelatihan di Kecamatan Talisayan dengan melibatkan berbagai lintas sektor.

“Larangan-larangan ini harus diperhatikan, baik pengelola maupun wisatawan yang datang,” katanya.

Dikatakannya, keberadaan hiu paus di Kabupaten Berau bukan tanpa ancaman. Menurutnya, banyaknya pengunjung yang berenang bisa menjadi ancaman tersendiri bagi keberadaan hiu paus. Seperti kapal yang digunakan membentur badan hiu paus, kena baling-baling kapal wisata yang lalu lalang, dapat mengakibatkan luka pada bagian tubuh ikan tersebut.

Di sisi lain, banyaknya aktivitas perikanan juga bisa saja membuat hiu paus terluka. Seperti terperangkap jaringan nelayan, hingga terlilit tapi pancing.

“Di beberapa kasus juga terjadi luka-luka akibat gesekan dengan bagan nelayan,” terangnya.

Dijelaskannya, hiu paus sering dijumpai di lokasi dekat pantai atau muara sungai di perairan Indonesia. Yang mana salah satunya berada di Kalimantan Timur, di sekitar Kepulauan Derawan khususnya di wilayah perairan Talisayan.

Keberadaannya diduga, berkaitan dengan kelimpahan makanan seperti nutrient (zooplankton dan phytoplankton), serta kelompok ikan-ikan kecil di sekitar perairan tersebut sehingga daerah perairan itu (feeding ground).

Kemunculan hiu paus tersebut kini telah mendorong perkembangan kegiatan wisata yang berbasis hiu paus. Dilansir dalam Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN Red List), hiu paus ditetapkan berstatus vulnerable (atau rentan punah).

Hal ini yang mendorong, Pemerintah RI melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2013 lalu, mengeluarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.18 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan hiu paus.

“Hiu paus dilindungi secara penuh di Indonesia, termasuk segala bentuk pemanfaatan yang bersifat ekstraktif untuk hiu paus dilarang. Kegiatan pemanfaatan yang diperbolehkan hanya yang bersifat non ekstraktif yakni melalui kegiatan wisata,” jelasnya.

Sementara, National Coordinator for Marine Species dari Yayasan WWF Indonesia, Ranny R Yuneni menjelaskan, meningkatnya populasi hiu paus di Kabupaten Berau tidak dibarengi dengan pengetahuan masyarakat setempat maupun wisatawan yang berkunjung di Perairan Talisayan dan Kepulauan Derawan, di mana hiu paus ditemukan.

Berdasarkan penelitian/pendataan Hiu Paus yang dilakukan oleh Yayasan WWF Indonesia, DKP Kaltim, BPSPL Pontianak, dan Dinas Perikanan Kabupaten Berau tahun 2014 – 2022, kemunculan hiu paus ditemukan di perairan Talisayan dan Perairan pulau Derawan. Tepatnya di lokasi yang tidak terlalu jauh dari pantai, dan beririsan dengan lokasi bagan nelayan sekitar.

Adapun jumlah individu yang tercatat sebanyak 98 individu hiu paus. Hiu paus yang ditemukan di perairan tersebut adalah hiu paus remaja dengan range ukuran 3 – 8 meter. Sedangkan hiu paus yang dominan ditemukan adalah hiu paus dengan ukuran 5 – 7 meter. (*)