SAMARINDA – Tak banyak yang menyangka, surat cinta bisa menjadi awal langkah seorang anak muda dari Berau, Kalimantan Timur, menuju panggung sastra internasional.

Dialah Kristal Firdaus, pemuda 25 tahun yang menerbitkan buku puisi perdananya berjudul Menidurkan Bahaya

Buku ini bukan hanya kumpulan kata indah, melainkan potret perjalanan batin seorang penulis muda yang menjadikan tulisan sebagai ruang curhat, medium ekspresi, hingga wujud perlawanan sunyi.

Kegemarannya menulis dimulai saat kuliah, bukan karena tuntutan tugas, melainkan karena cinta. 

Ia mengaku awalnya hanya iseng menulis surat cinta sebagai ungkapan hati. Namun dari situ, lahir kebiasaan yang tak bisa lagi ia tinggalkan.

“Aku merasa dengan menulis bisa jadi tempat mencurahkan perasaan dan isi kepala,” ujar Daus, sapaan akrabnya.

Karya-karya yang terkumpul itu tidak semua berangkat dari pengalaman pribadinya. Sebagian besar justru terinspirasi dari cerita orang lain yang ia dengar, rangkai, dan endapkan menjadi bait-bait puisi.

Hasilnya adalah Menidurkan Bahaya, buku yang memuat 59 puisi pilihan. Buku ini terbit di bawah naungan Penerbit Velodrom, yang bermarkas di Jakarta. Tawaran kerja sama itu datang pada November 2024, dan menjadi titik terang dari cita-cita masa kecilnya untuk punya buku sendiri.

“Semua penulis aku pikir pasti punya cita-cita menulis buku. Jadi ketika dihubungi, ya aku senang banget,” tuturnya.

Tak hanya berhenti di situ. Buku yang baru saja rilis itu membawa Daus menembus seleksi ketat International Makassar Writers Festival (IMWF) 2025, ajang sastra tahunan yang prestisius untuk penulis dari kawasan timur Indonesia.

Dari lebih dari 250 pendaftar, hanya tujuh penulis yang terpilih. Kristal Firdaus menjadi satu-satunya perwakilan dari Kalimantan.

“Senang banget, terharu juga. Kami nanti akan bacakan puisi kami di sana,” ungkapnya.

Kristal berharap, semakin banyak penulis muda dari daerah yang berani mengekspresikan diri lewat tulisan. Ia juga menyoroti pentingnya ruang yang sehat dan suportif untuk dunia literasi di Kalimantan Timur.

“Jangan pernah takut untuk menulis, jangan berhenti meluangkan ide dan perasaan kita lewat tulisan,” pungkasnya. (*)