Penampakan permukiman yang bersisian langsung dengan hutan di “Bumi Batiwakkal” di Desa Mapulu, Kecamatan Kelay.

TANJUNG REDEB – Ganjaran Kabupaten Berau atas keberhasilan dalam menekan emisi karbon diganjar kucuran anggaran pusat senilai Rp7,36 miliar pada tahun ini. Anggaran tersebut berasal dari The Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund (FCPF-CF).

“Bumi Batiwakkal” mendapatkan anggaran cukup besar tersebut, lantaran disebut memiliki hutan dengan indikator mengalami deforestasi dan gradasi hutan. Dimana kondisi Berau saat ini terancam akan kepunahan flora dan fauna.

Dalam kata lain, hutan di Bumi Batiwakkal saat ini mulai kurang produktif untuk menjaga keanekaragaman hayati yang secara keilmuan penting untuk pelestarian.

Termasuk pula aktifitas penggundulan hutan di Berau yang kian masif dalam kepentingan industri, membuat Berau dilirik untuk segera menyelamatkan hutan yang kian menipis.

“Jadi, kalau Berau mendapat alasan terbesar karena salah satu indikatornya adalah adanya deforestasi dan gradasi,” terang Assisten Kelompok Kerja Mitigasi Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Wahyudi Iman Satria, Jumat (29/12/2023).

Pemerintah daerah, sambung Iman Satria, dapat berperan untuk memastikan setiap inci di hutan Berau telah berada dalam pendataan pemerintah pusat.

Sebab, saat ini perizinan penggunaan kawasan hutan berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Pembabatan hutan tanpa mengantongi izin, menjadi atensi serius para pegiat lingkungan daerah. Karena, menurut Iman Satria, akan berdampak pada jumlah dan intensitas bantuan distribusi dana emisi karbon ke Berau.

“Harapannya, ada kerja sama dari pemerintah kota dengan provinsi untuk berkoordinasi mengenai tata perizinan tersebut,” bilangnya.

Berau masih memiliki banyak potensi dan kesempatan penambahan jumlah emisi karbon dengan catatan setiap desa yang ada di Berau dengan hutan tutupan seluas 500 hektare tetap terjaga. Tutupan hutan tersebut yang menjadi indikator utama, dalam penilaian wilayah yang laik mendapat bantuan.

Selanjutnya, akan ada wilayah baru yang akan dapat aliran dana segar dalam program emisi karbon tersebut. Dengan catatan memiliki syarat hutan tutupan seluas 500 hektare.

“Untuk penyaluran selanjutnya juga masing-masing desa akan digunakan parameter,” ujarnya.

Adapun parameter penerima dana emisi karbon di Indonesia, diantaranya; pembiayaan aksi, penurunan angka deforestasi, tata ruang desa yang memuat arahan kebijakan mitigasi perubahan iklim.

Kemudian, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) mesti memuat program perubahan iklim. Terakhir, peran lembaga kehutanan dan pengelolaan sumber daya alam (SDA).

Iman Satria, menyatakan pada penyaluran bantuan tahap satu tahun ini akan menjadi ukuran pusat selanjutnya.

Dalam artian, setiap progres dan capaian keberhasilan dari program tersebut dapat diejawantahkan dalam keberhasilan menekan emisi karbon.

“Yang jelas, penyaluran tahap pertama ini kelihatan dulu hasilnya. Itu nanti yang jadi indikator dalam penentuan,” terangnya. (*)

Reporter : Sulaiman

Editor : s4h