Foto: Komisi III DPRD Berau saat meninjau proyek Bronjong di Kedaung, Tanjung Redeb.

TANJUNG REDEB- Sekretaris Komisi III DPRD Berau, Abdul Waris menyebut, Dana Bagi Hasil dan Dana Reboisasi (DBHDR) seharusnya banyak dimanfaatkan di wilayah yang masih memiliki banyak hutan. Seperti pesisir selatan Berau, Segah, hingga Kecamatan Kelay. Atau, wilayah yang memiliki HPH di Berau.

Sementara kegiatan DBHDR itu jarang sekali ada di wilayah tersebut. Kalaupun ada, itu tidak banyak.

“Itu kan dana bagi hasil hutan dan kecamatan penghasil malah gak kebagian pembangunam dari dana DBHDR. Makanya perlu dibicarakan di DPRD,” katanya.

Dirinya menyebut, adana DBHDR tahun 2022 lalu itu sekira Rp 70 miliar, namun itu penggunaannya tidak pernah melibatkan DPRD. Adapun penggunannya, menggunakan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) merubah APBD.

Makanya, pihaknya di DPRD sangat menyayangkan kegiatan yang bersumber dari DBHDR dilakukan di dalam kota. Kami meminta, dana tersebut dikucurkan di wilayah yang hutannya ditebang.

“Karena kepentingan kita kan untuk mengembalikan fungsi hutan. Kenapa semua dibuat proyek di dalam kota. Apa orientasi dari proyek ini. Itu yang kami pertanyakan,” jelasnya.

Makanya perlu ada diskusi dengan DPUPR Berau. Salah satu tujuannya adalah, transparansi dan memberi masukan bahwa dana itu harus disebar. Terutama ke wilayah yang hutannya ditebangi.

“Misalnya di dapil III, dapil saya. itu kami merasa dirugikan, karena banyak perusahaan dibidang industri forestry, tapi sangat jarang dapat kegiatan dari DBHDR,” katanya.

Yang bikin bingung kata Waris, mengapa pengunaan DBHDR itu selalu menggunakan Perkada. Padahal APBD sudah disahkan, padahal DBHDR pasti masuk.

Berbeda jelas Waris, apabila jika dana itu tiba-tiba datang. Namun jika APBD baru diketok tapi DBHDR mendadak ada, baru menjadi kewenangan TAPD dan kepala daerah.

“Biasanya dana yang menggunakan Perkada adalah dana yang masuk ditengah jalan. Supaya dana itu tidak mubazir. Sementara dana ini sudah pasti dalam perencanaan APBD,” tuturnya.

Adapun temuannya beberapa waktu lalu di lapangan, banyak kegiatan proyek DBHDR di dalam kota yang tidak maksimal dalam menyangga kawasan hutan.

“Itu baru satu proyek. Bagaimana kalau semua paket yang dikerjakan tahun 2022 lalu. Apakah semua sudah memenuhi fungsi menyangga kawasan hutan. Kalau tahun ini, kami belum tahu, karena tidak pernah didiskusikan di DPRD,” pungkasnya. (/ADV)

Reporter: Hendra Irawan