Reporter : Sulaiman
|
Editor : Suriansyah

TANJUNG REDEB – Politik uang atau dalam istilah beken money politic, selalu menjadi momok dalam setiap gelaran pemilihan kepala daerah alias Pilkada di “Bumi Batiwakkal”. Sikap permisif warga dianggap pupuk dari tumbuhnya praktik curang tersebut.

Isu tersebut pun masuk dalam Indikator Kerawanan Pemilihan (IKP) Berau 2024 ini. Dimana catatan tersebut dibeberkan secara gamblang oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Berau, beberapa waktu lalu.

Natalis Lapang Wada, Koordinator Divisi (Kordiv) Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas (HP2H) Bawaslu Berau, mengatakan dalam rilisnya bahwa sikap permisif atau mengizinkan dari para pemilih menjadi persoalan serius yang disorot dalam agenda Pilkada Berau 2024 ini.

“Sebuah ironi, sebagian warga justru permisif terhadap praktik politik uang,” ungkap pria yang akrab disapa Bung Natalis tersebut.

Padahal praktik itu diketahui secara terang, bahwa melanggar aturan hukum kepemiluan. Bahkan dapat berujung pada kasus hukum perdata. Parahnya, praktik tersebut kerap dilakukan oleh oknum yang sudah melanglang buana di dunia politik. Tak jarang ditemui dilakukan oleh simpatisan dan bahkan kader partai politik.

“Mereka semua itu sepakat, kalau money politic itu penyakit bagi demokrasi,” ujarnya.

Saat praktik itu berlangsung dan merugikan salah satu pihak yang bertarung di pilkada, justru para penyelenggara, pengawas hingga aparat penegak hukum (APH) kerap dituduh bekerja tak maksimal.

Padahal upaya pencegahan money politic sudah menjadi agenda wajib pengawas. Yang tergabung di dalam Sentra Gerakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Baik sifatnya sosialisasi maupun pengawasan saat berlangsungnya tahapan Pilkada.

“Hal ini masih sangat mungkin terjadi pada pemilihan tahun ini,” ujarnya.

Seharusnya, menurut Bung Natalis, sikap permisif tersebut dapat ditekan dengan ketaatan terhadap hukum yang berlaku. Pasalnya ada sanksi yang menanti. Lebih mendalam, bahwa sikap tersebut bertentangan dengan nilai-nilai intristik para pemilih atau berkaitan dengan keimanan dan moralitas pemilih.

“Kesadaran itu sudah harus punya azas yang jelas, tuhan itu tak pernah tidur melihat tingkah umatnya,” katanya.

Dalam langkah antisipasi, ke depan pihaknya akan membangun 13 kampung dan kelurahan di Berau sebagai kampung anti politik uang alias APU. Tersebar di 13 kecamatan. Dengan harapan tetangga dari setiap kampung dapat sadar akan bahaya dari pemimpin yang lahir dari hasil politik uang.

“Harapannya, program ini mendapat sambutan baik dari pemerintah kecamatan dan pemerintah kampung,” harap dia. (*)