TANJUNG REDEB – Dispusip Berau mendorong digitalisasi naskah kuno sebagai bagian dari upaya merawat ingatan sejarah lokal.
Di Kabupaten Berau, banyak tersimpan peninggalan berharga yang nyaris terlupakan, naskah kuno. Warisan turun-temurun ini tak hanya menyimpan doa dan petuah, tapi juga denyut sejarah lokal yang tak tercatat dalam buku pelajaran.
Namun seiring waktu, kertas menguning, tinta memudar, dan lembar demi lembar bisa hilang ditelan usia, kecuali ada yang bergegas menyelamatkannya.
Itulah yang kini tengah diupayakan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Berau. Melalui program digitalisasi naskah kuno, mereka mengetuk pintu demi pintu, meyakinkan warga untuk menyerahkan naskah milik pribadi agar bisa diabadikan dalam bentuk digital.
“Masih banyak warga yang menyimpan naskah kuno di rumah, terutama yang tinggal di daerah pedalaman. Sayangnya, tidak semuanya mau melapor atau menyerahkannya untuk didigitalisasi,” kata Kepala Dispusip Berau, Yudha Budi Santosa, beberapa waktu lalu.
Ia mengakui, ada kekhawatiran dari masyarakat, takut kehilangan warisan keluarga, atau sekadar enggan mempublikasikan sesuatu yang dianggap sakral.
Namun Yudha menegaskan, pihaknya tak ingin mengambil atau memilikinya. Tujuannya hanya satu. membuat salinan digital agar naskah-naskah itu tetap hidup, bisa diakses publik, dan tidak lenyap begitu saja.
“Karena memang ada tahapannya dalam mengelola naskah kuno yang berusia di atas 50 tahun itu,” jelasnya.
Berau bukan satu-satunya daerah di Indonesia yang menyimpan naskah kuno, namun keterbatasan perawatan dan dokumentasi membuat banyak dari manuskrip tersebut rusak atau bahkan hilang tanpa jejak. Di sinilah pentingnya digitalisasi, sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan.
Dispusip Berau tak hanya mengumpulkan naskah kuno, tetapi juga berkomitmen menjaga konteks sejarah dan nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Dalam proses ini, keterlibatan masyarakat menjadi kunci.
“Masyarakat bisa tetap menyimpan naskah aslinya. Kami hanya meminjam untuk dipindai, lalu dikembalikan. Yang kami jaga adalah isinya,” tambah Yudha.
Ia berharap masyarakat mulai menyadari bahwa naskah kuno bukan sekadar benda warisan, tapi juga rekam jejak peradaban. Menurutnya, dokumen-dokumen ini bisa mengungkap sejarah lokal yang tak tercatat resmi: silsilah, hukum adat, hingga kosmologi yang dianut oleh leluhur.
“Naskah kuno itu penting. Maka dari itu saya berharap ada perhatian dari masyarakat untuk hal ini,” tutupnya. (adv)