TANJUNG REDEB – Di balik geliat 16.138 pelaku UMKM yang tersebar di Kabupaten Berau, terselip tantangan besar yang hingga kini masih dihadapi pemerintah daerah. 

Dengan sumber daya yang terbatas, Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) Berau mengakui, baru mampu memberikan pelatihan dan pendampingan kepada sekitar 150 UMKM per tahun.

Kepala Bidang Koperasi dan UMKM Diskoperindag Berau, Hidayat Sorang, menyebutkan, kesenjangan ini menjadi tantangan serius di tengah upaya mendorong UMKM Berau untuk naik kelas, terutama agar mampu bersaing di pasar digital maupun ritel modern.

“Jumlah UMKM kita lebih dari 16 ribu, tapi yang bisa kami fasilitasi pelatihan tiap tahun hanya sekitar 150. Ini tantangan besar kalau kita ingin mereka masuk ke pasar digital atau ritel nasional yang punya standar tinggi,” ungkap Hidayat.

Meski demikian, Diskoperindag terus mengupayakan berbagai langkah strategis untuk membangun kapasitas UMKM lokal.

Program pelatihan pemasaran digital, fotografi produk, hingga fasilitasi masuk ke platform e-commerce pemerintah seperti ekatalog telah dijalankan.

Selain itu, kolaborasi dengan platform seperti Grab juga menjadi alternatif agar produk-produk UMKM Berau bisa lebih dikenal pasar luas.

Namun, Hidayat tak menampik, persaingan di pasar modern bukan perkara mudah. Selain harus menghadapi perbedaan harga yang signifikan antara ritel nasional dan warung tradisional, UMKM juga dihadapkan pada tantangan permintaan stok barang dalam jumlah besar.

“Di ritel nasional, harga barang bisa Rp56 ribu, sementara di warung biasa hanya Rp48 ribu. Ini menjadi dilema, apakah UMKM siap untuk masuk ke persaingan harga seperti itu. Belum lagi permintaan stok yang harus dalam volume besar,” jelasnya.

Saat ini, prioritas pembinaan UMKM difokuskan kepada pelaku usaha di wilayah perkotaan, yakni di Kecamatan Tanjung Redeb, Teluk Bayur, Gunung Tabur, dan Sambaliung.

Meski demikian, tantangan terbesar justru ada di wilayah ini, di mana persaingan antar produk semakin ketat. 

Menurutnya, membangun UMKM tidak hanya program sektoral, tetapi bagian dari strategi besar menjaga stabilitas ekonomi daerah.

“Kalau sektor-sektor lain melemah, seperti pertambangan atau perkebunan, kita masih bisa bertahan lewat ekonomi berbasis masyarakat, yaitu UMKM. Makanya, pembinaan UMKM ini harus dilihat sebagai investasi jangka panjang,” tegasnya.

Keterbatasan anggaran dan sumber daya pendamping menjadi tantangan. Namun, pihaknya optimistis, dengan memperkuat kolaborasi lintas sektor, langkah-langkah kecil ini akan memberikan dampak signifikan dalam jangka panjang. (*/Adv)