SANGATTA – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Ubaldus Badu, mengungkapkan kekhawatiran terkait kurangnya pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di daerah tersebut. Ia mencatat bahwa dibandingkan dengan daerah-daerah seperti Yogyakarta dan Bali, perkembangan UMKM di Kutim masih sangat terbatas.

Ubaldus Badu mengamati bahwa di kota-kota yang pernah dikunjunginya, UMKM tampak lebih aktif dan berkembang, sedangkan di Sangatta, aktivitas UMKM masih sebatas pada kelompok-kelompok kecil dan usaha perorangan. Hal ini ia sampaikan saat ditemui di Ruang Kerjanya di Kantor DPRD Kutim, Bukit Pelangi, pada Rabu (12/06/2024).

“Khusus daerah Kota Sangatta seperti tenunan khas daerah Kutim, ini kan belum ada nih, baik tenunan orang Kutai maupun Dayak. Seharusnya hal itu diprioritaskan, karena hasil tenun itu bisa dinikmati langsung warga lokal,” ujar Ubaldus.

Ia menambahkan bahwa pakaian adat atau hasil tenun yang ada di Kota Sangatta kebanyakan berasal dari daerah kecamatan dan pedalaman, dengan usaha tenun khas daerah yang masih terbatas.

“Kalau daerah kota ada sih yang kembangkan usaha kain tenun khas daerah, yah paling masih satu atau dua orang, tapi belum terlalu besar,” ungkapnya.

Ubaldus Badu berharap agar pemerintah dapat memberikan dorongan kepada pelaku UMKM untuk mengembangkan usaha pakaian daerah dan hasil tenun khas Kutim. Ia menekankan pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk pelaku UMKM guna meningkatkan keterampilan mereka dalam pembuatan kain tenun khas daerah.

“Seharusnya pemerintah memberikan pendidikan, pembinaan, dan pengembangan SDM, seperti pelatihan-pelatihan bagi yang terampil dalam membuat kain khas tenun daerah,” harapnya.

Dengan adanya dukungan dan pembinaan yang tepat, Ubaldus percaya bahwa UMKM di Kutim, khususnya di Kota Sangatta, dapat berkembang lebih baik dan memberikan kontribusi yang lebih signifikan terhadap perekonomian lokal. (Adv)