TANJUNG REDEB, – Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut korupsi dibawah Rp 50 juta bisa diselesaikan dengan pengembalian uang negara. Terkait hal tesebut, Kepala Kejaksaan Negeri Berau, Nislianudin memberikan penjelasan detail soal itu.  Bahwa tidak semua korupsi dibawah Rp 50 juta  bisa diselesaikan dengan hanya pengembalian uang negara.

Kebijakan tersebut menurutnya, merupakan kebijakan lama, namun dahulu hanya Rp 25 juta kebawah. Tetapi bukan berarti semua kasus korupsi senilai Rp 50 juta kebawah tidak akan diproses hukum.

Akan tetapi dilihat dari kasus perkasus, jika memang hanya permasalahan administrasi, atau ketidaktahuan dan mereka tidak menikmati, serta tidak ada niatan untuk mencari keuntungan maka cukup melakukan pengembalian uang negara dan selanjutnya akan diberi pembinaan.

“Berbeda jika hal tersebut dilakukan berulang kali dan terdapat unsur kesengajaan serta mencari keuntungan. Maka wajib untuk dilakukan proses hukum,” jelasnya.

Kebijakan penyelesaian kasus dengan pengembalian kerugian negara, dengan pertimbangan biaya penyidikan dan biaya penuntutan perkara yang cukup besar, ditambah dengan sidang harus dilakukan di provinsi.

Maka pemilahan kasus harus dilakukan. Menurutnya, banyak kepala kampung yang belum memiliki kemampuan untuk mengelola dana desa yang besar, sering kali kepala kampung kaget dan berimbas kepada kesalahan administrasi. Sehingga sangat diperlukan ada pembinaan sebelum dilakukan penindakan hukum.

“Berbeda dengan Kepala Kampung Giring-giring, itu cukup besar dan nilainya hampir setengah dari anggaran awal dan temuan tersebut sudah berulang kali selalu ada, makanya harus ditindak tegas untuk dilakukan proses hukum. Harapannya dengan ada kejadian ini menjadi contoh bagi kepala kampung lainnya,” tegasnya.

Ia menuturkan, untuk menentukan kasus tersebut terdapat unsur kesengajaan atau tidak tentunya dapat dilakukan dan tidak terbatas berdasarkan pengakuan terduga saja.

Ia mencontohkan jika semisal untuk permbangunan infrastruktur dibutuhkan semen sebanyak lima sak tetapi di laporan menyebut tujuh, itu merupakan unsur kesengajaan. Tetapi sering kali yang terjadi adalah membeli kebutuhan tetapi lupa meminta kwitansi dari toko.

“Nah dari yang seperti ini kan sudah terlihat mana yang mencari keuntungan dan mana yang tidak. Itu baru akan kita berikan pembinaan,” pungkasnya.(*)

Editor: RJ Palupi