Foto: Suyano Petani Kampung Sambakungan, yang Berdampingan dengan Tambang Batubara.

TANJUNG REDEB- Bukan perkara mudah mengembangkan sektor pertanian di tengah eksistensi dunia pertambangan batu bara. Apalagi, itu dilakukan di wilayah “mulut tambang”. Hal ini coba dilakukan Suyano, warga Kampung Sambakungan. Dirinya juga bercita-cita ingin menjadikan Sambakungan menjadi sentra cabai di Kaltim.

Bagi Suyano, pengembangan pertanian menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan, mengingat tidak selamanya tambang ada di Kabupaten Berau khususnya di kampungnya. Saat ini, Suyano tengah mengembangkan tanaman holtikultura jenis cabai dan jagung.

Dirinya tidak sendiri, sedikitnya 60 petani di Sambakungan saat ini tengah mengembangkan pertanian holtikultura. Upayanya itu pun juga mendapat dukungan dari PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) dalam mengembangkan tanaman holtikultura. Sudah berlangsung dari tahun 2020 hingga sekarang.

Berkat tangan dingin Suyano, sudah berhasil mengolah lahan tidur sebanyak puluhan hektar, bersama petani lainnya. Bahkan, mereka juga tengah bersiap menggarap lahan hamparan seluas 100 hektare, yang nantinya digunakan untuk pertanian cabai, jagung, hingga kakao.

Mengembangkan usaha pertanian, bukan hanya sekedar sampingan. Suyano juga turut menjadi pembimbing puluhan petani di Sambakungan. Apalagi, dirinya juga merupakan salah satu petani jebolan sekolah lapang yang digelar PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) dan Universitas Brawijaya (UB).

Dirinya juga menjadi petani andalan UB dalam mendampingi, sekaligus berbagi ilmu kepada petani di Sambakungan. Terutama, dalam pengembangan pertanian holtikultura, khususnya cabai dan jagung.

“Alhamdulillah, selama saya menjadi petani, hasilnya sudah saya rasakan. Bahkan, tidak hanya berbagi ilmu, juga bisa menghidupi keluarga saya. Hingga punya rumah,” jelasnya.

Suyano menjelaskan, dalam mengembangkan pertanian bukan tanpa kendala, namun banyak hal yang dihadapi ketikan memulai pertanian. Seperti kurangnya kesuburan tanah, hingga minumnya fasilitas yang digunakan dalam bertani. Di sisi lain, masih banyak petani yang dinilainya belum tepat ketika memulai menanam benih.

Beruntung kata dia, dengan kehadiran BUMA yang membantu petani seperti memberikan berupa alsintan dan bantuan lainnya untuk memudahkan petani dalam bercocok tanam. Dengan keterampilannya bertani, dirinya “disekolahkan” BUMA melalui program sekolah lapang gelaran BUMA dan UB bersama 25 petani lainnya.

Di sekolah itu, mereka diajari mulai dari olah tanah, irigasi, pembibitan, perawatan tanaman, hingga pengolahan hasil panen. Sekolah Lapang sendiri dimulai sejak bulan Oktober 2021 hingga April 2022. Suyano pun menjadi petani perwakilan UB, untuk membina petani-petani di Sambakungan.

“Sekolah lapang ini memberikan dampak dalam meningkatkan semangat petani dalam budidaya cabai dan tanaman holtikultura yang kami kembangkan di Sambakungan,” jelas pria kelahiran 1973 ini.

BUMA dikatakannya, tidak hanya mendukung melalui program sekolah lapang saja. Tetapi juga, hampir semua kebutuhan petani disediakan oleh BUMA. Baik berupa bibit, hingga sejumlah fasilitas pendukung lain.

Adanya support langsung yang diberikan BUMA, membuat dirinya dan puluhan petani lainnya di Sambakungan, seolah terus terpacu dalam mengembangkan pertanian holtikultura. Dirinya pun mengatakan, ada alasan mengapa mereka mengembangkan cabai, bukan sektor lain. Itu karena, cabai seolah sudah menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat.

“Karena cabai memiliki nilai serap di pasar cukup tinggi. Apalagi mayoritas warga di sini pemakan cabai, dan harganya juga mahal. Apalagi cabai ini, juga masih didatangkan dari luar daerah,” tuturnya.

Suyano juga memiliki keinginan, untuk menjadikan Kampung Sambakungan menjadi sentra kampung cabai di Kabupaten Berau, bahkan di Kalimantan Timur. Menurutnya, apa yang dikatakannya tersebut tidak begitu muluk, sebab, cabai merupakan salah satu kebutuhan prioritas masyarakat.

Dan sekarang, cabai dari hasil panen petani di Sambakungan, kata dia, juga tidak hanya dijual untuk memenuhi kebutuhan dalam daerah saja, tetapi juga dijual sampai ke Bulungan, Kaltara.

“Kami ingin membuktikan, meskipun Sambakungan merupkan areal tambang batu bara, tapi bisa menjadi sentra pertanian cabai dan tanaman holtikultura lain,” jelasnya.

Secara umum, dijelaskan Suyano, peran serta BUMA dan UB dalam membantu pengembangan petani di Sambakungan begitu besar. Apalagi, saat ini, pertanian cabai di Sambakungan mulai kian terkenal di Kabupaten Berau. Apalagi, semangat petani dalam mengembangan pertanian cabai juga semakin meningkat.

“Kami sangat berterimakasih atas dukungan dari BUMA, berkat mereka kami bisa bertani dengan baik,” tuturnya.

Sementara itu, Business Support Manager BUMA Jobsite Lati, SG Rajagukguk mengatakan, pengembangan sektor pertanian merupakan jalan alternatif untuk untuk memberikan peluang usaha bagi masyarakat di mulai pada tahun 2020 lalu.

Dalam mendukung program tersebut, BUMA memberikan bantuan berupa alsintan, dan bantuan lainnya. Serta, menggelar sekolah lapang dengan menggandeng UB guna meningkatkan SDM petani. Salah satunya adalah Suyano, yang menjadi mitra BUMA yang juga merupakan petani andalan UB untuk membina petani di Sambakungan.

Dirinya berharap, dengan program pembinaan yang dilakukan BUMA dan UB, dapat membantu petani menjadi lebih mandiri dan sejahtera melalui tanaman holtikultura.

“Ini harapan kami ke depan. Semoga, tidak hanya sukses mengembangkan pertanian cabai saja. Tetapi juga, menghasilkan produk hilirnya, seperti bubuk cabai, dan produk lainnya,” pungkasnya. (*)