Reporter : Sulaiman
|
Editor : Suriansyah

TANJUNG REDEB – Persoalan tambang koridor yang terus menjadi pembicaraan bahkan memunculkan kontroversi, Bupati Kabupaten Berau, Sri Juniarsih, mengibaratkan ‘kalian yang makan nangka, saya yang kena getahnya’.

Pemerintah berniat ingin mengokohkan Berau sebagai daerah ekowisata pilihan, kerap terhalang dengan aktivitas pertambangan ilegal yang terus beroperasi di “Bumi Batiwakkal”, tanpa henti.

Polemik ini berkepanjangan, lantaran pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan dalam menghentikan roda ekonomi sektor pertambangan yang dilakukan perorangan tersebut.

Topik tambang ilegal atau tambang koridor atau biasa dikenal juga tambang rakyat tersebut, mencuat kala Bupati Sri Juniarsih, menjadi pembicara dalam forum Ngobrol Asik Bareng Komunitas alias Ngobras yang digagas Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Berau.

Menurut Umi Sri, kritik ini kerap dilayangkan kepadanya yang dalam secara aturan perundangan kewenangan terkait izin pertambangan di Berau berada dalam kewenangan Kementerian ESDM.

Umi menyebut, para penambang ilegal ini masuk dalam kiasan ‘Penambang yang makan nangkanya, saya kena getahnya’.

Dimana aktivitas secara ilegal dan dilakukan pada jam-jam ramai, kerap mendapat sorotan masyarakat yang resah dengan aktivitas tersebut.

“Kewenangan ini ada di pemerintah pusat, nak,” ucap Umi Sri, menjawab pertanyaan dari mahasiswa yang tergabung dalam komunitas pecinta alam atau Mapala UM Berau.

Dia mengilhami, pengrusakan yang dilakukan oleh oknum penambang ilegal di Berau, hanya untuk kepentingan pribadi.

Sementara, warga di sekitaran tambang kerap menjadi korban bencana alam, seperti banjir hingga ancaman longsor.

“Saya sama sekali menolak ini. Mengeruk batu bara Berau untuk kepentingan pribadi,” tegasnya.

Akibatnya, dalam beberapa kesempatan, Umi Sri kerap mengaku merasa direndahkan masyarakat, lantaran menyebut pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa seusai harapan warga.

“Kadang saya itu dimaki-maki masyarakat, karena ulah penambang ini,” tuturnya.

Kendati minim kewenangan, pihaknya kerap melakukan koordinasi langsung ke pemerintah tingkat dua atau Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

Lalu melakukan kunjungan ke Kementerian ESDM untuk menyampaikan aspirasi soal tambang ilegal ini.

Bersama Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik, Umi Sri mengaku tengah memperjuangkan kewenangan izin lingkungan pertambangan dapat dikeluarkan oleh pemprov maupun pemkab, demi memastikan proses penambangan berlangsung sesuai aturan yang berlaku.

“Saya sudah sering suarakan ini ke pusat. Kami terus berusaha sama Pemprov Kaltim,” terangnya.

Umi Sri pun meminta dukungan penuh masyarakat untuk memastikan proses negosiasi ini dapat berjalan dengan baik, agar ke depan pemerintah dapat menindak langsung para pelaku penambang ilegal tersebut.

“Saya satu suara sama teman-teman semua. Kita tolak tambang ilegal!,” seru Umi. (*/ADV)