Reporter : Kutim
|
Editor : Redaksi

KUTAI TIMUR – Anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Siang Geah menyampaikan, tedapat alokasi anggaran untuk rehabilitasi kawasan daerah aliran sungai (DAS). Namun, sampai sekarang belum ada kabar bagaimana realisasinya di lapangan.

“Dana karbon yang diberikan Bank Dunia menjadi salah satu apresiasi yang diberikan kepada pemerintah Indonesia. Karena sudah berkomitmen dalam pengurangan emisi dari deforestasi hingga degradasi hutan,” tuturnya.

Kenditi demikian, dirinya juga mengingatkan agar konpensasi yang diberikan tidak dijadikan alasan utama dalam upaya menyelamatkan dan menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga seluruh komponen mesti berkomitmen terus menjaga kelestarian lingkungan.

“Terutama demi generasi penerus. Mereka yang merasakan di masa mendatang,” ungkapnya.

Mengingat berdasarkan laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatanan (Kemen-LHK), peruntukan dana tersebut ditujukan untuk responsibility cost 25 persen, yang meliputi operasionalisasi pelaksanaan program Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF-CF) dan insentif untuk pihak-pihak yang berkontribusi pada pengurangan emisi di Kaltim.

“Sedangkan performance cost 65 persen, sebagai pembiayaan atas kinerja pengurangan emisi. Adapun rewards 10 persen, akan diberikan kepada desa-desa dan masyarakat hukum adat yang mempunyai komitmen untuk tetap menjaga tutupan hutan,” ungkapnya.

Bahkan tidak tangung-tanggung, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), menerima dana dari Bank dunia US$ 20,9 juta atau sekitar Rp 313 miliar. Disalurkan melalui skema pendanaan Rp 110 miliar, skema APBD Rp 150 miliar, yang akan disalurkan kepada 441 desa melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).

“Sedangkan Kutai Timur, menjadi salah satu daerah yang menerima dana penurunan gas emisi melalui program REDD+ dan FCPF-CF. Bahkan sudah diusulkan sejak 13 tahun lalu oleh Pemprov Kaltim di bawah kepemimpinan Awang Faroek Ishak, namun baru terealisasi pada tahun 2022,” paparnya.

Dia juga menampik, hingga kini masyarakat belum merasakan manfaat program tersebut. Terutama bagi warga yang berada di sekitar kawasan hutan, secara turun temurun konsisten menjaga kelestarian lingkungan.

“Salah satunya berada di kawasan hutan lindung Wehea, yang ada di Kecamatan Muara Wahau,” ucapnya.