BERAU TERKINI – Berawal dari persahabatan sejak sekolah dasar, Syarifah Nur Wahidah Alkaff (32) bersama Risalina Asmarani (31), menemukan jalan untuk berkolaborasi dalam dunia usaha.
Keduanya menghadirkan brand fesyen “Serudung Banua”, di mana setiap motifnya menyimpan cerita tentang alam Kalimantan.
Perjalanan bisnis Syarifah dimulai pada 2020 melalui brand “Hisya” yang kala itu berfokus pada desain baju. Namun, pandemi membuat produksi terhenti. Setelah vakum, Hisya kembali bangkit dengan produk jilbab bermotif abstrak.
Memasuki 2023, Syarifah dan Risa mencoba menghadirkan jilbab bermotif batik. Dari sinilah lahir ide untuk mengangkat keindahan Kalimantan sebagai identitas produk.
“Pertama kami menggunakan motif batik Berau, lalu kepikiran kenapa enggak coba untuk masukin keindahan Alam Berau. Lalu, Desember 2024 ada brand baru bernama Serudung Banua, yang resmi dirilis dengan motif pertama Derawan Series,” terang Syarifah kepada Berauterkini.
Nama Serudung Banua dipilih karena memiliki kedekatan dengan identitas Kalimantan.
“Serudung itu bahasa lokal untuk kerudung, sementara Banua berarti kampung atau tanah asal. Nama ini mencerminkan akar budaya Kalimantan yang ingin kami bawa,” jelasnya.
Setiap motif Serudung Banua terinspirasi dari alam Kalimantan, mulai dari laut, goa, hingga flora dan fauna.
“Alam selalu punya cerita dan saya suka bercerita. Maka, setiap jilbab Serudung Banua selalu menyimpan makna di balik motifnya,” ujar Syarifah.
Sejauh ini, sudah ada tiga motif utama dari total lima series, termasuk Derawan dan Maratua. Bahan yang digunakan pun beragam, dari Voal Ultrafine, Voal Ultrafirm, hingga Voal Platinum dengan ukuran reguler dan syar’i.
Produk Serudung Banua bisa didapatkan secara online melalui WhatsApp serta tersedia di Bandara Kalimarau Berau.
Selain itu, mereka juga bekerja sama dengan RCN Store Berau dan menjalin kolaborasi dengan Kantor Pos untuk memperluas distribusi.
“Produk kami ini tidak hanya beredar di Kalimantan, tapi juga sudah sampai ke Bangkok, Malaysia, Jambi, Riau, Surabaya, Balikpapan, dan Samarinda,” terangnya.
Wanita yang berprofesi sebagai perawat ini mengakui, perjalanan membangun brand tidak selalu mulus. Di awal, mereka pernah merugi hingga Rp20 juta akibat masalah vendor.
Selain itu, ongkos kirim dari pabrik di Bandung ke Berau yang mencapai Rp65 ribu per kilo juga menjadi kendala.
“Yang penting kami percaya diri dulu. Identitas harus jelas. Kami memilih identitas Kalimantan sebagai ciri khas produk kami,” tegasnya.
Saat ini, Serudung Banua memproduksi rata-rata 50 pcs per bulan dengan omset sekitar Rp10 juta. Harga produk bervariasi, mulai dari Rp185.000-260.000, menyesuaikan bahan dan motif.
Ke depan, Syarifah menargetkan Serudung Banua bisa terus meluncurkan motif baru dan membuka offline store di luar Berau.
Selain itu, dia juga berharap brand ini semakin dikenal sebagai identitas hijab Kalimantan.
“Pertama, kami harus berani mengambil resiko, berani bertindak, dan berani berpikir kreatif. Jangan takut dengan kendala, karena di balik kesulitan selalu ada kemudahan. Percayalah, akan selalu ada orang-orang yang mendukung dan menjadi jalan rezeki kita,” pesannya. (*)