Foto: Perwakilan direksi PT Hutan Sanggam melalukan peninjauan ke lokasi hutan.

TANJUNG REDEB – PT Hutan Sanggam Berau (HSB) atau biasa dikenal dengan nama Hutan Sanggam, berhasil mengumpulkan laba bersih perusahaan selama 2022 lalu senilai Rp Rp 2,4 miliar. Angka itu diklaim menunjukkan tren positif, bagi perusahaan yang saat ini tak berstatus sebagai perusda lagi.

Diketahui, mulanya perusahaan tersebut bernama PT Hutan Labanan Lestari (HLL). Kemudian berganti nama menjadi PT HSB atau disebut Hutan Sanggam sejak 29 Juni 2022. Saat itu perusahaan naik status sebagai perusahaan Perseroan Terbatas (PT).

PT ini memiliki tiga pemegang saham. Diantaranya Pemkab Berau sebagai pemilik saham mayoritas. Termasuk didalamnya, PT Inhutani I dan Perusda Sylva Kaltim Sejahtera milik Pemprov Kaltim.

Menurut catatan keuangan perusahaan, dari surplus pendapatan atau laba usaha yang diperoleh pada 2022 sejumlah Rp 2.457.476.790. Kemudian keuntungan itu dibagi ke tiga pihak pemilik saham, senilai Rp 1.228.738.395.

Dari total laba usaha itu, Pemkab Berau mendapat deviden Rp 614.369.197, PT Inhutani I memperoleh Rp 368.621.519, dan Perusda Sylva Kaltim Sejahtera sebanyak Rp 245.747.679.

Atas capaian itu, Hutan Sanggam optimis akan memberikan kontribusi positif bagi daerah. Komitmen tersebut disampaikan langsung Direktur Utama (Dirut) Hutan Sanggam Roby Maula, kepada awak media ini beberapa waktu lalu.

“Kecuali pada tahun 2020, tidak ada kontribusi karena perusahaan mengalami kerugian akibat utama dari dampak pendemi Covid-19,” terangnya.

Lebih jauh, ia menceritakan kondisi perusahaan medio 2021 lalu. Saat perusahaan tengah melakukan pergantian Direksi. Ia mengakui saat itu perusahaan sempat berada di luar kondisi terbaik. Hal itu diperparah dengan kerugian yang dialami perusahaan akibat pandemi Covid-19.

Tak hanya itu, belakangan ini, dampak perang Rusia-Ukraina dan krisis global turut berpengaruh pada target pendapatan perusahaan. Apalagi negara-negara tujuan ekspor olahan kayu bulat seperti Tiongkok, Jepang, dan Amerika yang turut terdampak perang tersebut, tidak terlepas dari krisis.

“Akibatnya sektor manufaktur turut terpukul, karena pasar global kembali berpusat pada sektor energi seperti listrik dan batubara. Hal itu tentu membawa dampak tersendiri bagi sektor bisnis Hutan Sanggam yang kian kehilangan pembeli,”bebernya.

Berhadapan dengan tantangan-tantangan itu, Hutan Sanggam berniat untuk kembali eksis dan tidak ingin lagi mengalami kerugian, pasca pandemi. Karena itu pada tahun 2021 mulai dibuatlah efisiensi dan efektivitas perusahaan demi melangkah ke tahun selanjutnya.

Perusahaan pun melakukan mitigasi internal. Didapatkan tiga alternatif yang bersifat jangka pendek, menengah dan panjang. Solusi jangka pendek, diputuskan untuk membenahi kondisi internal agar segera profit kembali. Melalui perbaikan pengelolaan kayu bulat yang selama ini sudah berjalan, agar dapat dimaksimalkan.

“Kemudian jangka menengahnya, memperoleh hasil di luar pendapatan kayu bulat melalui upaya optimalisasi untuk melakukan diversifikasi usaha. Berjalan mulai 2022 lalu,”katanya.

Pembenahan itu mulai dari pembenahan SDM, inventarisasi dan langkah optimalisasi aset. Sedangkan dalam jangka panjang perusahaan akan berjuang agar tidak sepenuhnya lagi bergantung pada kayu bulat.

Pilihan untuk tidak bergantung pada kayu bulat dipengaruhi oleh alasan bahwa sampai saat ini, krisis global turut berpengaruh terhadap pengelolaan hasil kayu.

Selain itu, sesuai ketentuan aturan yang berlaku, perusahaan tidak lagi mengekspor kayu bulat tetapi dalam bentuk turunan atau barang setengah jadi seperti veener dan turunan lainnya.

Sebagai pilihan alternatif, perusahaan akan berusaha memaksimalkan pendapatan melalui optimalisasi aset untuk menyokong diversifikasi usaha Hutan Sanggam, walaupun ada potensi lain yang bisa juga dikelola berupa perhutani sosial, kemitraan kehutanan, multi usaha kehutanan seperti agrowisata dan sebagainya.

“Tapi optimalisasi aset perusahaan yang dimanfaatkan pihak ketiga, yang tentu saja sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku, yang harus perusahaan jalankan dan laksanakan.

Optimalisasi aset ini dapat menjadi pengoptimalan diversifikasi usaha yang nanti dalam jangka panjang menjadi fokus bisnis perusahaan.

“Tapi akan lebih luar biasa kalau harga kayu cukup bagus, kayu bulat menjadi penopang dan optimalisasi aset serta diversifikasi usaha dapat berjalan beriringan,” tegasnya.

Dengan melakukan optimalisasi aset dan diversifikasi usaha yang sebenarnya sudah mulai berjalan itu perusahaan mempunyai target tahun ini, minimal dapat menyamai surplus pada 2022 dan bahkan berjuang memecahkan rekor pendapatan terbesar di Hutan Sanggam, khususnya pada tahun 2013 lalu, sejumlah Rp 3.230.243.702.

“Sebenarnya tahun ini kami mencoba untuk memecahkan rekor pendapatan Hutan Sanggam terbesar. Tetapi karena krisis global dan dampak semakin kecil potensi pengelolaan kehutanan, hal itu butuh pengelolaan baik. Sebab, potensi hutan pun sudah tergerus dengan adanya perkebunan, pertambangan, dan sebagainya,” paparnya.

Pasalnya, dari luas areal yang dikelola oleh Hutan Sanggam lebih kurang 78.000 Ha; sudah terjadi juga penyusutan-penyusutan karena ada pengajuan-pengajuan APL seperti APL Jalan, APL Kampung dan sebagainya.

Tak hanya itu, penyusutan areal juga terjadi karena pengajuan APL jalan yang dibangun dari pinjam pakai kawasan.

“Kendati areal perusahaan Hutan Sanggam sudah berkurang, hal itu tidak mengurangi kontribusi Hutan Sanggam bagi daerah. Sebab ada nilai-nilai lain yang bisa dioptimalkan. Nah itu tadi langkah fokus sistem kami kemarin hingga surplus karena optimalisasi aset,” imbuhnya.

Hutan Sanggam berharap agar ke depan perusahaan ini pun tidak hanya mengelola blok Labanan. Tetapi juga hutan-hutan lain dengan pengelolaan yang baik dan lestari.

“Target produksi dan target pendapatan selalu kita sampaikan kepada pemegang saham. Target produksi kayu bulat tahun ini 25.000 kubik. Bila target itu tercapai maka kita sudah bisa melampaui pendapatan Hutan Sanggam selama ini,” tutup dia. (*)

Reporter: Sulaiman