SAMARINDA – Pelarian Alexander Agustinus Rottie akhirnya terhenti. Setelah delapan tahun buron, pria 52 tahun itu dibekuk tim gabungan Kejaksaan saat sedang makan siang di sebuah rumah makan di Manado, Sulawesi Utara.
Alexander bukan pelarian biasa. Ia adalah seorang oknnum pendeta, sekaligus terpidana kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur. Ia ditangkap Selasa (10/6/2025) sekitar pukul 12.05 WITA oleh Tim Satgas Intelijen Informasi dan Inovasi (SIRI) Kejaksaan Agung RI bersama tim Kejati Sumatera Utara dan Kejari Samarinda.
Penangkapan dilakukan di sebuah rumah makan di Jalan 14 Februari, Teling Atas, Kecamatan Wanea, Manado. Setelah ditangkap, ia langsung dibawa ke Rutan Kelas I Samarinda untuk menjalani masa hukumannya.
Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, Firmansyah Subhan, menjelaskan Alexander sempat disidangkan di Pengadilan Negeri Samarinda pada 2016 atas dakwaan pencabulan anak, namun divonis bebas pada 2017. Jaksa kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
“Berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 2121 K/PID.SUS/2017, Alexander terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan tipu muslihat, kebohongan, serta membujuk anak untuk melakukan persetubuhan,” jelas Firmansyah, Rabu (11/6/2025).
Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara lima tahun dan denda Rp60 juta. Bila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan. Namun sejak putusan itu terbit, Alexander menghilang.
Ia resmi masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). Selama pelarian, ia berpindah-pindah dari Kalimantan Timur hingga Papua Barat. Alexander bahkan sempat tinggal di daerah pedalaman Berau, Manokwari, dan terakhir di Minahasa Utara.
“Selama berpindah-pindah, yang bersangkutan juga mengganti KTP. Ini yang sempat menyulitkan pencarian kami,” ujar Firmansyah.
Yang mengejutkan, Alexander tetap menjalani profesi sebagai pendeta selama masa pelariannya.
Saat ditanya media usai penangkapan, Alexander bersikeras tidak bersalah dan menyebut dirinya tak tahu-menahu soal putusan kasasi Mahkamah Agung.
“Karena saya fikir, saya tidak bersalah. Sebelumnya saya bebas murni tanpa bukti-bukti menyatakan saya bersalah,” katanya.
Ia juga membantah pernah mengganti identitas selama pelarian. “Tidak ada pergantian KTP. Demi Tuhan saya tidak bersalah,” ucapnya.
Alexander mengaku akan menempuh langkah hukum lanjutan untuk menggugat putusan kasasi tersebut.
Meski begitu, eksekusi tetap dilakukan. Alexander kini resmi menjalani masa hukumannya di Rutan Samarinda, menutup satu bab panjang dari pelariannya yang melibatkan jubah pendeta, identitas palsu, dan jejak lintas pulau. (*)