Foto: Komisi III saat meninjau lokasi proyek bronjong di Kelurahan Bedungun, Kecamatan Tanjung Redeb, Selasa(23/05/2023).
TANJUNG REDEB- Sekretaris Komisi III DPRD Berau, Abdul Waris menyarankan, proyek pembangunan bronjong di Kelurahan Bedungun, Kecamatan Tanjung Redeb, yang merupakan program Pemkab Berau melalui DPUPR, dilaporkan ke KPK dan Inspektorat.
Sebab kata Waris, DPUPR Berau tidak pernah duduk bersama dengan DPRD Berau, terkait proyek yang menggunakan anggaran DBHDR tahun 2022. Kenapa harus disampaikan ke dewan lanjut politisi Demokrat itu, karena untuk menentukan mana prioritas dan mana yang tidak.
“Untuk menentukan prioritas atau tidak, itu harus dibicarakan dengan DPRD. Karena ini tidak pernah dibicarakan, kami tidak tahu proyek-proyek ini. Dan itu bisa dilihat dinotulen rapat banggar atau rapat komisi, bisa dicek itu tidak ada,” katanya.
Waris menilai, harus ada pemeriksaan dari KPK atau inspektorat daerah. Mengenai asal usul diadakannya proyek itu termasuk penganggarannya. Memang kata dia, penggunaan dana DBHDR bisa membangun bronjong, tapi kegiatan itu bukan menjadi satu-satunya kegiatan yang bisa dilakukan.
Menurutnya, ada 11 item kegiatan yang bisa menggunakan DBHDR. Salah satunya proyek strategis daerah yang masuk dalam RPJMD Kabupaten Berau. Seharusnya, proyek strategis itu dibangun, bukan membangun proyek yang tidak begitu bermanfaat bagi masyarakat.
“Memang ini harus diperiksa. Apalagi, bukan satu titik saja yang bermasalah. Ada beberapa titik lagi yang bermasalah. Ini proyek 2022 lalu, dan 2023 ini, sisa dana itu masih ada. Saya tidak tahu dana itu mau diapakan selanjutnya,” terangnya.
Sementara itu, PPK Pembangunan Bronjong, DPUPR Berau, Dessy Rosalia menjelaskan, proyek tersebut dikerjakan oleh CV Linta Bumi dengan nilai Rp 7 miliar. Adapun panjangnya, sekitar 300 meter. Untuk pengerjaan fisik, dimulai pada September 2022 lalu.
Dia juga membenarkan, bahwa pembangunan bronjong itu belum tuntas dikerjakan oleh kontraktor. Namun, pihaknya sudah memberikan penalty dan denda sesuai aturan. Bahkan, pihaknya juga menahan 10 persen dari total anggaran sebagai bentuk jaminan.
“Sekarang kontraktor sudah didenda. Adapun dendanya diserahkan ke inspektorat bagaimana perhitungannya. Makanya 10 persen dari total anggaran kami tahan,” katnya.
Adapun penyebab tidak maksimalnya proyek tersebut, lantaran adanya keterlambatan proses pengerjaan dikarenakan materialnya yang sulit didapatkan.
Apalagi, materialnya semua harus sesuai dengan standar dengan kementerian. Seperti contoh kawatnya harus sesuai spesifikasi, belum lagi material seperti batu yang digunakan juga sulit didapatkan karena selalu menjadi rebutan.
“Material batu yang tidak cukup, akhirnya terkendala. Belum lagi harganya juga cukup mahal. Makanya proyeknya mengalami kendala,” tuturnya.
Meski mengalami keterlambatan, Dessy menyebut bahwa pembangunan bronjong itu bukan merupakan paket yang gagal. Karena ditegaskannya, proyek itu akan tetap diselesaikn. Termasuk membangun jogging track yang belum ada.
Adapun anggaran yang digunakan untuk melanjutkan proyek itu, yakni dengan menggunakan uang jaminan 10 persen tersebut.
“Kami sudah hitung diperencanaan, itu sudah cukup. Tapi itu juga akan dibenahin semua. Kami juga sudah bersurat ke kontraktor bahwa itu akan dilaksanakn sebelum paket DBHDR baru yang akan muncul lagi,” pungkasnya. (/ADV)