TANJUNG REDEB –  Kabupaten Berau memiliki produksi jagung melimpah. Sayangnya, hasil tersebut belum bisa terserap pasar secara maksimal. Selain Selain menjual secara mandiri, kelompok petani berharap ada peran pemerintah dalam menyerap produksi mereka. Salah satunya melalui Badan Urusan Logistik (Bulog).

Menurut Kepala Perum Bulog Berau, Apriansyah, tahun lalu, pihaknya sudah berupaya untuk bisa menyerap produksi jagung Berau. Memang diakuinya belum bisa menyerap keseluruhan.

Tahun 2020, Bulog Berau telah menyiapkan modal untuk pembelian jagung sebanyak 300 ton untuk estimasi 2 bulan. Namun hanya terealisasi 100 ton dari modal tersebut.

“Kita sudah pernah, kemudian kedepan masih kita coba untuk kembali menyerap [produksi yang ada,” jelasnya belum lama ini

Menurut Apri, penyerapan jagung sebenarnya akan bermanfaat pada asosiasi peternak ayam petelur, yang masih saja mengeluhkan pakan ayam yang cenderung mahal, sebab mendatangkan dari pulau lain.

Asosiasi tersebut di Kabupaten Berau membutuhkan paling minim 135 ton dalam satu bulan. Karena peran bulog selama ini sebagai penstabil harga. Apri mengungkapkan, bahwa ada persoalan dalam penyerapan jagung di Berau. Mulai mutu baku hingga harga beli.

“kami standar mutu dan harga beli, itu jadi acuan kami,” ungkapnya.

Harga acuan pembelian  berdasarkan kadar air yang ditentukan. Kadar air 15 persen yang berada di jagung dapat dibeli dengan harga tinggi yaitu Rp 3.150 sedangkan kadar air hingga 35 persen dihargai Rp 2.500

Kemudian sasaran Bulog yaitu pada petani yang berada di Talisayan dan Biatan, dua tempat itu berpotensi rerata dengan realisasi panen, 36,411 ton untuk Talisayan dan Biatan sebanyak 10,950 ton.

Harga acuan Bulog ternyata  tidak sesuai dengan harga jual petani.

“Sebab mereka meminta harga sebesar empat sampai lima ribu perkilonya,” ungkap Apri lagi.

Semenatra, Bulog wajib mengeluarkan anggaran belanja harus berdasarkan acuan seperti kualitas barang.

“Tapi kalau memang ada yang membeli sesuai dengan harga mereka, kami kesimpulannya menganggap bahwa petani memang sudah sejahtera, dan itu artinya bagus. Karena peran kami memang penstabil harga, jika tidak bisa dengan harga seperti yang ditawarkan, kami tidak apa-apa,” jelasnya.

Bukan hanya dari pihak bulog saja yang keberatan dengan harga yang dipatok para petani, namun dengan asosiasi peternak ayam petelur juga tidak bisa mengeluarkan modal yang besar untuk harga tersebut. (*)