Reporter : Sulaiman
|
Editor : Suriansyah

TANJUNG REDEB – Watak ‘premanisme’ para pendukung di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Berau pada tahun 2020 lalu, menjadi preseden buruk dalam penyelenggaraan pesta lima tahunan tersebut. Segelintir oknum tersebut disebut-sebut mengintimidasi pemilih hingga penyelenggara.

Dalam catatan Indeks Kerawanan Pemilihan (IKP) Berau 2024, dirilis pada Jumat (19/7/2024) lalu oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Berau, memunculkan fakta-fakta yang tercatat rapi dalam laporan IKP tersebut.

Ditinjau dalam sisi keamanan sosial dan politik pada Pilkada lalu, terdapat intimidasi terhadap penyelenggara pemilu dan pemilih pada masa kampanye berlangsung.

Bentuk kekerasan itu, berupa intimidasi verbal dan fisik. Bahkan tidak jarang berujung pada kekerasan fisik yang mengakibatkan korban mengalami luka parah.

“Masing-masing pendukung paslon (pasangan calon) saat itu melakukan tindakan demikian. Ini jadi catatan buruk pada Pilkada lalu,” kata Natalis Lapang Wada, Koordinator Divisi (Kordiv) Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas (HP2H) Bawaslu Berau.

Lebih dari itu, dalam masa kampanye, kerawanan pelanggaran pun semakin meningkat. Dimana, produksi materi kampanye yang bermuatan isu ras dan agama, menjadi pemandangan pada wajah berjalannya Pilkada 4 tahun silam.

Selain itu, produksi berita bohong dan ujaran kebencian juga menjadi agenda masing-masing tim sukses pasangan calon yang berlaga kala itu.

“Hampir di semua platform dijadikan sarana penyebaran isu sara dan hoaks, bahkan diterbitkan buletin yang menyudutkan calon tertentu,” ungkap pria yang akrab disapa Bung Natalis tersebut.

Dari sisi pelaksanaan pemungutan suara pun, tidak lepas dari jenis IKP yang berpotensi terjadi pada Pilkada 2024 ini.

Seperti keterlambatan pengiriman logistik, surat suara yang tertukar, hilangnya hak pilih warga yang dirawat di rumah sakit, pemilih yang tidak terdaftar sebagai DPT, DPTb dan DPK, kerusakan logistik hingga kekurangan surat suara di TPS.

Ragam peristiwa tersebut, menjadi rangkaian catatan yang diberikan oleh Bawaslu Berau pada Pilkada lalu.

“Ada 61 indikator yang dinilai, meski tidak semua pernah terjadi di Berau,” ujarnya.

Atas kondisi itu, dalam catatan isu strategis dan penanganan Bawaslu Berau, dituliskan bahwa pada Pilkada ini akan berpotensi terjadinya polarisasi di tengah masyarakat.

Organisasi kemasyarakatan resmi di daerah pun, tidak luput menjadi pihak yang memiliki potensi melakukan polarisasi di tengah masyarakat.

Karenanya, Bawaslu Berau bersama para aparat penegak hukum, hingga organisasi pemuda dan ormas, harus duduk bersama untuk membangun komitmen dalam menciptakan Pilkada damai pada tahun ini.

“Kehadiran organisasi masyarakat juga perlu diarahkan sebagai elemen pemersatu, bukan untuk mempertajam perbedaan di tengah masyarakat,” tegasnya.

Dalam langkah penanganan kabar hoaks yang beredar di sosial media, pihaknya bakal menggandeng Polres Berau, Diskominfo Berau, hingga media massa untuk bekerja sama dalam membatasi ruang yang berpotensi menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat.

“Perlu dilakukan guna membatasi ruang gerak isu-isu negatif, ujaran kebencian, isu SARA dan sebagainya,” katanya.

Atas 4 isu strategis, diantaranya potensi polarisasi masyarakat, netralitas ASN dan TNI/Polri, dampak sosial media hingga politik uang dan indikator lainnya, menurut Bung Natalis, Berau menduduki tingkat IKP dengan kerawanan sedang alias zona kuning.

Potensi tersebut dapat berubah, bila digabung potensi konflik yang terjadi di luar indikator penilaian Bawaslu RI. Dimana, Berau dapat berubah jadi zona merah atau rawan tinggi, bila melihat potensi konflik di tingkat kecamatan dan kelurahan.

“Kecurangan itu berada dalam setiap detil. Panwascam dan Panwaslu, harus waspada,” pintanya. (*)