Reporter : ⁠Dini Diva Aprilia
|
Editor : Suriansyah

TANJUNG REDEB – Memperingati Hari Mangrove Sedunia yang jatuh pada tanggal 26 Juli 2024, Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama para mitra mendukung kegiatan “International Day Mangrove Ecosystem” (IDME) di Kampung Teluk Semanting, Kecamatan Pulau Derawan, Kabupaten Berau dengan  menanam 1.000 pohon mangrove.

Kegiatan tersebut digagas Tim Pengelola Mangrove Teluk Semanting, bersama generasi muda, yakni Mahasiswa Kelompok Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN PPM) Universitas Gadjah Mada UGM), Yogyakarta dan Mahasiswa Praktik Kerja Lapang (PKL) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur (Kaltim).

Tema yang diangkat adalah “From Mangrove to the World: Carbon Capture, Emissions Gone, Enhancing Welfare, and Supporting Sustainable Development” bertujuan untuk menyuarakan kepada khalayak, khususnya generasi muda akan arti penting keberadaan mangrove bagi ketahanan kawasan dan masyarakat pesisir.

29D MANGROVE 1

Pada kegiatan tersebut dilakukan penanaman 1.000 bibit mangrove sebagai bentuk aksi nyata terhadap upaya pelestarian kawasan mangrove.

“Menyadari pentingnya konservasi kawasan mangrove, kami berharap kegiatan semacam ini akan terus berlanjut dan berkomitmen dalam mengemban tugas menyuarakan, menjaga, mengelola serta merestorasi mangrove,” terang Camat Pulau Derawan, Samsuddin Amba Kadang.

Sementara, Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Berau, Ida Ayu, mengatakan Kabupaten Berau memiliki ekosistem mangrove seluas 86.043 hektare, terluas di Provinsi Kalimantan Timur.

Menurutnya, ekosistem mangrove berkontribusi signifikan terhadap perlindungan kawasan pesisir dari bencana terkait iklim, seperti risiko banjir, badai serta erosi.

“Mangrove memiliki arti penting secara ekologis, baik bagi manusia maupun lingkungan. Hutan mangrove juga membantu memitigasi perubahan iklim untuk menyerap karbon dalam jumlah besar, bahkan dua hingga empat kali lebih banyak dibandingkan hutan terestrial,” papar Ida.

Dipilihnya Kampung Teluk Semanting sebagai tempat kegiatan ini, karena terdapat pengembangan kawasan ekowisata mangrove di kampung tersebut sejak 2017.

Melalui Kawasan Ekowisata Teluk Semanting yang diresmikan Bupati Berau, Sri Juniarsih Mas, pada 2023, upaya konservasi mangrove dapat dikombinasikan dengan pengembangan ekonomi masyarakat setempat berbasis wisata alam yang berkelanjutan.

“Konsep ekowisata mangrove di Kampung Teluk Semanting tidak hanya bertujuan untuk melindungi dan memulihkan, tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan wisatawan akan pentingnya ekosistem mangrove,” tuturnya.

Meski memiliki kawasan hutan mangrove terbesar di Kalimantan Timur, pada tahun 2019 dengan luas 13 persen atau 11.237 hektare kawasan mangrove di Kabupaten Berau telah dikonversi menjadi lahan untuk tambak.

Akibatnya, kawasan pesisir berpotensi berada dalam ancaman cuaca ekstrem yang terkait dengan perubahan iklim.

Maka, YKAN bersama para mitra mendukung perlindungan, pengelolaan secara lestari dan restorasi ekosistem mangrove melalui pendekatan Nature Based Solutions untuk menangkal perubahan iklim.

Ekosistem mangrove berpotensi memberikan kontribusi sebesar 6 persen dari target penurunan emisi nasional dari sektor kehutanan pada 2030.

“Jika konversi kawasan mangrove menjadi lahan tambak terus diperluas, hal ini dapat menimbulkan dampak yang lebih parah. Tidak hanya terhadap ekosistem, tetapi juga bagi masyarakat pesisir,” kata Senior Manager Ketahanan Kawasan Pesisir YKAN, Mariski Nirwan.

Karena itu, menurut Mariski, YKAN bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan mitra lainnya, memperkenalkan pendekatan Shrimp Carbon Aquaculture (SECURE) sejak tahun 2020 dengan lokasi percontohan di Kampung Pegat Batumbuk dan Kampung Tabalar Muara, Kecamatan Pulau Derawan, yang merestorasi sekitar 80 persen lahan tambak menjadi kawasan mangrove. (*)