Foto: Sejumlah mahasiswa Stiper kala menghentikan unit exavator yang diduga akan melalukan penambangan di lahan milik Stiper beberapa waktu lalu. 

TANJUNG REDEB- Pemilik kuasa lahan Yusle, turut keberatan terkait tudingan pihak STIPER yang mengatakan, eksavator yang masuk beberapa hari lalu disebut hendak melakukan penambangan batubara alias koridor.

Dikatakan Yusle, lahan yang diklaim milik STIPER seluas 10 hektar tersebut merupakan lahan miliknya, dan bukan milik pemerintah ataupun stiper. Dia juga menyebut, besar kemungkinan terjadi tumpang tindih surat kepemilikan lahan.

“Karena kami merasa, kami yang memiliki lahan itu, dan punya suratnya,” ujarnya, Kamis (2/11/2023)

Karena merasa memiliki dasar yang kuat, sehingga menurutnya ia berhak mengelola dan melakukan apa saja di lahan tersebut. Dirinya juga menegaskan, bahwa masuknya alat eksavator tersebut, bukan untuk melakukan penambangan koridor.

Tapi kata dia, untuk melakukan pengembalian batas lokasi seluas 40 hektare. Sementara, seluruh lahan STIPER termasuk di dalamnya.

“Itu untuk pengembalian batas lokasi 40 hektare. Dan, kami juga tidak mungkin melakukan penambangan di sekitar lahan STIPER. Terkait bagaimana akhirnya, itu terserah pemilik lahan,” ujarnya.

Diterangkannya juga, sebagai penguat legalitas, pihaknya juga memiliki surat segel terkait hak atas tanah tersebut yang dikeluarkan pada September 1980 yang ditandatangani oleh Kepala Desa Rinding, Marhasan.

Bahkan lanjut dia, pembuat surat saat itu dan saksi batas kata Yusle, hingga saat ini juga masih hidup jika ada pihak yang ingin meminta kesaksiannya. Dengan mendasar kepada surat tersebut, maka pihaknya memiliki hak mengelola dan mengurus lahan itu.

“Karena kami juga tau, di lahan itu sudah ada bangunan berdiri (STIPER), kami itu sebenarnya mau memplot lahan kami. Tidak ada kegiatan (tambang) koridor yang harus ada penggalian, dump truk. Itu hanya satu eksavator, tidak mungkin pakai cangkul untuk memplot lahan itu,” tuturnya.

Disampaikannya, sejak 8 bulan terakhir ini, dirinya juga meminta pihak STIPER untuk melakukan pertemuan dan mediasi mengenai legalitas dokumen mengenai lahan tersebut. Dirinya juga “menantang” apabila ada surat yang lebih tua dari surat yang pihaknya miliki, maka dengan sukarela lahan tersebut diserahkannya.

Namun, apabila surat yang dimilikinya merupakan surat paling tua, maka pihak STIPER harus memberikan lahan itu kepadanya.

“Silakan kita buka-bukaan dokumen. Tapi tidak ada juga niat baiknya untuk melakukan mediasi. Kami juga menpersilakan, apabila ada surat yang lebih tua daripada surat kami ini. Kami akan lepas lahan itu,” pungkasnya. (/)

Reporter: Hendra Irawan