BERAU TERKINI – Aktivitas illegal fishing dan destructive fishing masih terjadi di Berau, Dinas Perikanan berharap Pemprov Kaltim perkuat patroli laut.
Sekretaris Dinas Perikanan Berau, Yunda Zuliarsih, menegaskan bahwa aktivitas penangkapan ikan destruktif, khususnya di wilayah laut, masih sulit dikendalikan akibat terbatasnya kewenangan dan minimnya intensitas pengawasan dari pemerintah provinsi.
Menurut Yunda, istilah ilegal dalam konteks penangkapan ikan bukan semata-mata karena tidak adanya dokumen, tetapi lebih pada penggunaan alat tangkap yang tidak sesuai ketentuan.
“Kalau di sungai itu menggunakan racun atau setrum. Itu jelas melanggar. Dan di laut pun ada alat tangkap yang tidak sesuai kemampuan dan aturan. Itu yang kami maksud,” ujarnya.

Yunda menjelaskan, pengawasan di wilayah sungai dan perairan umum masih bisa dilakukan pemerintah kabupaten karena menjadi kewenangan daerah. Bahkan patroli rutin tetap berjalan.
“Dalam satu atau dua bulan sekali kami masih turun ke lapangan. Kalau ada pelanggaran, kami lakukan pembinaan. Dan bila sudah pernah diperingatkan tapi mengulang, kami ambil tindakan tegas, termasuk penyitaan alat tangkap,” jelasnya.
Ia menyebutkan bahwa jumlah pelanggaran di sungai saat ini tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya, berkat sosialisasi dan pembinaan yang terus dilakukan.
Berbeda dengan sungai, wilayah laut sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Kaltim. Pemkab Berau, kata Yunda, tidak bisa melakukan penindakan langsung.
“Dari garis pantai sampai 12 mil itu kewenangan provinsi. Kami tidak punya kewenangan. Jadi kami hanya bisa melaporkan. Untuk tindakan tegas itu tugas aparat dan pemerintah provinsi,” tegasnya.
Ia menyebut pengawasan laut oleh provinsi saat ini masih jauh dari cukup. Dalam satu bulan, patroli hanya dilakukan tiga hari. Sementara luas laut Berau mencapai 1,22 juta hektare.
“Kalau hanya tiga hari dalam sebulan, berarti ada 27 hari tanpa pengawasan. Bagaimana mungkin kawasan seluas itu bisa terjaga? Ini yang membuat kami khawatir,” ucapnya.
“Mereka sudah bisa membaca kapan jadwal pengawasan. Jadi ketika tidak ada patroli, mereka beraksi. Saya sering dapat laporan pengeboman ikan ketika petugas tidak patroli,”lanjut Yunda.
Dengan kondisi pengawasan yang belum memadai, Yunda menilai perlunya kolaborasi lebih kuat antara provinsi, aparat penegak hukum, dan NGO yang selama ini sesekali membantu patroli.
“Kami berharap provinsi bisa menganggarkan pengawasan lebih besar untuk Berau. Selain karena luas wilayah laut yang besar, Berau juga punya kawasan konservasi yang harus dijaga,” jelasnya.
Selama ini, Pemkab Berau sesekali ikut patroli jika diajak NGO atau OPD provinsi. Namun tanpa kewenangan dan anggaran, langkah yang dapat dilakukan sangat terbatas.
“Kami bisa melaporkan, tapi tidak bisa menindak langsung. Itu semua punya batasan kewenangan,” tambahnya.(*)

