TANJUNG REDEB – Realisasi pajak dan retribusi tahun 2024 di Berau berhasil melampaui target, mencapai 111,14 persen dari angka yang ditetapkan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Berau, meski masih terdapat kekurangan di beberapa sektor strategis.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Berau mencapai Rp337 miliar dari target Rp303 miliar. Namun, terdapat kekurangan di kategori pendapatan daerah dari hasil pengelolaan yang dipisahkan, dengan pencapaian 94,48 persen.
Kepala Bapenda Berau, Djupiansyah Ganie, mengakui bahwa beberapa objek pajak masih kurang memberikan setoran ke daerah. Penyebabnya beragam, mulai dari inflasi daerah hingga bisnis perusahaan yang cenderung tak stabil selama setahun terakhir.
“Memang tidak semua capai target, tapi angka realisasi sudah menembus target,” kata Djupi, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (21/1/2024).
Pendapatan yang signifikan tahun lalu bersumber dari dua golongan utama, yaitu pajak daerah dan pendapatan lain-lain yang sah.
Pajak daerah, dari target Rp93,6 miliar, hanya mampu dikutip Rp90 miliar, atau setara 96,26 persen.
Dalam kategori tersebut, pajak air tanah hanya dibayar Rp555 ribu oleh wajib pajak. Dari target senilai Rp150 juta. Secara persentase setara 0,37 persen.
Demikian juga dengan pajak sarang burung walet. Hanya dilunasi oleh pengusaha walet senilai Rp62 juta dari target Rp1,5 miliar. Setara 4,17 persen saja.
Pajak mineral bukan logam dan batuan pun realisasinya di bawah 50 persen. Hanya mengumpulkan senilai Rp193 juta dari target Rp608 juta.
Demikian pula dengan pajak reklame. Bapenda hanya mengumpulkan pajak senilai Rp290 juta dari target Rp600 juta. Setara 48,36 persen.
Namun, 7 dari 11 objek pajak lainnya mencapai lebih dari 50 persen, bahkan melampaui target, seperti pajak jasa kesenian dan hiburan yang mencapai 132 persen dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang mencapai 105 persen dengan realisasi Rp15,2 miliar dari target Rp14,5 miliar.
“Kategori ini jadi atensi kami ke depan,” kata Djupi.
Pendapatan daerah yang tidak mencapai target lainnya adalah perusahaan yang disubsidi pemerintah melalui skema penyertaan modal. Target laba Rp19,6 miliar hanya terealisasi Rp18,5 miliar (94,48 persen).
Beberapa perusahaan dengan kinerja pendapatan rendah termasuk PT Hutan Sanggam Labanan Lestari, yang hanya menyetor Rp28,6 juta dari target Rp800 juta (3,58 persen), dan Perumda Air Minum Batiwakkal yang hanya memberikan laba Rp1,4 miliar dari target Rp1,9 miliar (77,72 persen).
Namun, dua perusahaan lainnya menunjukkan kinerja baik, seperti PT Indo Pusaka Berau yang menyetor laba Rp2,031 miliar dari target Rp2 miliar (101 persen) dan Bank BPD Kaltimtara yang menyetor Rp15 miliar dari target Rp14,9 miliar (100,67 persen).
“Kalau perusahaan daerah memang naik turun, bisnis ini tergantung dari permintaan klien,” ujar Djupi.
Sektor retribusi daerah menunjukkan kinerja baik dengan realisasi Rp113 miliar dari target Rp110 miliar. Pendapatan lain-lain yang sah, seperti penjualan barang milik daerah dan denda, mencapai Rp115 miliar dari target Rp80 miliar.
“Retribusi kini sudah semakin membaik, semoga ini bisa konsisten ke depan,” kata Djupi.
Ia menyebut, angka PAD cenderung konsisten dalam tiga tahun terakhir, meski masih banyak catatan objek pajak yang perlu digenjot pada 2025.
“Kami mengupayakan sektor lainnya juga naik, semoga ekonomi daerah stabil ke depan,” harap Djupi. (*)