Foto: Ribuan Kades se Indonesia melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR RI menuntut perpanjangan masa jabatan jadi 9 tahun beberapa waktu lalu.

TANJUNG REDEB – Desakan dari ribuan aparatur desa kepada pemerintah pusat agar memperpanjang masa jabatan kepala desa kini tengah dipertimbangkan. Para aparatur desa mendesak, agar masa jabatan kades itu diperpanjang dari yang sebelumnya 6 tahun dengan maksimal 3 periode, menjadi 9 tahun untuk 2 periode.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Berau, Tenterem Rahayu menjawab singkat ketika ditanya tanggapannya tentang wacana tersebut.

Mantan Kadis Perikanan itu mengaku, pemerintah daerah akan mengikuti seluruh keputusan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat terkait masa jabatan Kepala Kampung jika usulan itu direstui.

“Kalau daerah ikut saja apa keputusan pemerintah pusat,” jelasnya belum lama ini.

Ia juga menegaskan, usulan itu masih berupa wacana yang tengah digodok matang-matang oleh pemerintah pusat. Sehingga, masih terdapat dinamika antaran pro dan kontra dalam perbincangan ditengah masyarakat.

“Ini kan masih wacana, jadi ada pro dan kontra itu hal biasa,” ujarnya.

Sejumlah alasan menjadi dasar para aparat desa ini mengusulkan masa jabatan mereka diperpanjang. Salah satunya yakni adanya konflik diawal masa jabatan yang acap kali menyebabkan pembangunan ataupun program mereka terhambat. Hal inipun dianggap Tenteram menjadi hal yang wajar. Justru, menurutnya Kepala Kampung harus pandai dan memiliki strategi menghadapi hal tersebut.

“Kalaupun diawal konflik saya rasa itu hal yang wajar, karena masih penyesuaian. Kakam harus pandai dan punya strategi merangkul semua komponen warganya,” tandasnya.

Sementara, secara terpisah, Kepala Kampung Labanan Makmur, Mupit Datusahlan mengaku setuju dengan wacana perpanjangan masa jabatan Kepala Kampung menjadi 9 tahun. Sebab, menurut ya iklim politik masyarakat pada tingkat desa atau kampung dinilai lebih kompleks ketimbang Pilkada hingga Pilpres.

“Berkaitan konfilik sosial dan politik sangat berbeda jauh dengan pilkada pilpres,” ujar Mupit.

“Apalagi pilkakam yang masyarakatnya bertemu setiap hari,” tambahnya.

Menurutnya, polarisasi politik di tingkat desa terjadi lebih parah dan kompleks dibanding dengan polarisasi politik saat masa pilkada dan pilpres. Terlebih, lingkuo wilayah yang kecil menjadi hal yang harus dihadapi setiap hari.

“Masyaeakat yang rival kemarin ketemu dengan kita setiap hari, aehingga menang banyak hak tidak tuntas disamping juga kapasitas kades, anggaran hingga sistem juga ikut mempengaruhi,” terangnya.

Ia juga menegaskan bahwa kegiatan para aparat desa yang tengah memperjuangkan aspirasi murni atas keresahan dan inventarisir permasalahan yang ada. Sehingga wacana pemanjangan masa jabatan menjadi 9 tahun muncul ke permukaan.

“Kalau ada yang bilang ditunggani dan sebagainya, saya pastikan itu tidak benar,” tegas Mupit.