TANJUNG REDEB – Pembatasan jumlah meja dan kursi di kawasan tepian Sungai Segah memberikan dampak serius dari sisi pendapatan pedagang, khususnya mereka yang berjualan saat malam hari di Jalan Ahmad Yani.
Dalam sepekan ke belakang, pedagang mengaku pendapatan berkurang setelah tim penataan wisata kuliner memberikan peringatan untuk mengurangi jumlah kursi di setiap lapak agar tak menutup jalur trotoar untuk pejalan kaki.
Keluhan ini disampaikan Koordinator Persatuan Pedagang Kuliner Tepian Segah (PPKTS), Saparuddin, yang mengatakan, saat ini hanya menyediakan tiga meja untuk pengunjung.
Sebelumnya, sekitar sembilan meja dia sediakan, di mana masing-masing meja bisa ditempati tiga sampai empat orang.
“Kemarin tim penataan ada datang, seminggu lalu. Minta meja dan kursi dikurangi,” kata pria yang akrab disapa Daeng Sapar ini kepada Berauterkini, Selasa (25/6/2025) malam.
Menurutnya, biasanya dalam semalam, para pelaku kuliner tepian bisa mengantongi Rp1.000.000-1.500.000. Namun, kini untuk sampai Rp400-800 ribu saja sangat susah.
“Turun drastis,” keluhnya.

Dia mengungkapkan, kini setiap lapak hanya bisa menyediakan setidaknya 10 kursi dari tiga meja yang disediakan. Jumlah yang jauh dari kebutuhan pelayanan pelanggan.
Kebanyakan pengunjung yang datang ke tepian tak hanya membawa satu dua orang. Terkadang, bisa sampai 7-10 orang datang untuk nongkrong dan menikmati tepian mulai sore hingga malam hari.
Dalam satu rombongan, kata dia, kursi bisa langsung penuh. Sementara, pada waktu yang berbeda, rombongan lain ingin duduk di lapak yang sama.
Daeng Sapar mengaku tak bisa serta-merta mengusir pelanggan yang sebenarnya sudah nongkrong lebih dari dua jam.
“Kan tidak mungkin kami usir, mau tidak mau, orang pergi. Tidak jadi nongkrong di sini,” sebutnya.
Dirinya tak keberatan dengan kebijakan pembatasan itu asalkan pengurangan jumlah meja masih dalam batas wajar. Misalnya dengan memberikan kesempatan untuk membuka 5-7 meja dengan diisi empat kursi setiap meja.
Dia mengatakan cara ini masih lebih manusiawi, sehingga memastikan semua kepentingan diakomodasi oleh pemerintah melalui tim penataan.
“Begitu lebih baik, tidak seperti sekarang ini,” kata dia.
Dia menganggap, konsep ini telah bertentangan dengan keinginan Bupati Berau Sri Juniarsih kala memberikan bantuan rombong pada tahun lalu kepada para pedagang.
Sebab, menurutnya, yang diinginkan Bupati Sri agar tepian ramai dengan mengindahkan ketertiban, keamanan dan kebersihan kawasan.
“Nanti kami akan sampaikan keluhan ini ke pemerintah,” sebutnya.
Hal senada disampaikan Irama, salah satu pedagang makan dan minum ringan yang mengaku kelimpungan dengan sepekan awal setelah penertiban ini. Sebab pendapatannya turut berkurang. Sementara ada pengeluaran rutin bulanan yang harus dibayarkan.
Ira mengaku, dalam sebulan harus mengeluarkan sebesar Rp1,9 juta. Rinciannya biaya jasa penarik gerobak Rp1,6 juta, lahan simpan gerobak Rp250-300 ribu, serta biaya kebersihan, air dan listrik Rp22 ribu.
“Bayar loh untuk semua itu. Jangan lah kasih kebijakan yang seperti ini,” pintanya.
Dirinya berharap, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan baru untuk penataan kawasan tepian. Tentunya dengan melibatkan para pedagang yang pada kebijakan kali ini tak pernah dilibatkan.
“Duduk sama-sama lah, jangan tiba-tiba kami hanya dapat sosialisasinya,” pesan Ira.
Keluhan juga disampaikan salah satu pengunjung, Susilawati, yang mengaku saat ingin nongkrong di tepian, pengunjung tak mungkin masuk dalam meja yang sudah terisi.
Sebab, situasi canggung akan merusak suasana nongkrong yang digunakan untuk melepas penat dan stres setelah seharian bekerja.
“Masa mau tiba-tiba ikut meja orang, tidak enak,” kata dia. (*)