TANJUNG REDEB – Di Kampung Tumbit Melayu, Kabupaten Berau, suara alat tenun bukanlah sekadar bunyi rutin. Dari balik denting-denting kayu dan benang yang saling bersilang, lahir karya-karya penuh makna dari tangan-tangan perempuan. Di sanalah, Tenun Mamabe tumbuh dan menjelma sebagai simbol ketekunan dan impian yang kini merambat hingga pasar internasional.
Didirikan dan dikembangkan oleh Sonya da Silva, Mamabe bukan sekadar unit usaha mikro. Ia menjadi ruang kreativitas sekaligus gerakan budaya yang menjaga dan mempopulerkan kekayaan lokal Berau melalui motif-motif khas tenun.
Kini, dari sepuluh motif yang telah diciptakan, empat di antaranya telah mengantongi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
“Empat motif yang sudah punya HAKI adalah motif Alam Benua, Penyu Saparidanta, Tukip Penyu, dan Karitan Tutul,” ujar Sonya, pemilik Tenun Mamabe.
Enam motif lain tengah menunggu proses hak paten. Upaya ini bukan semata soal legalitas, tapi juga perlindungan identitas. Dengan motif-motif yang sarat makna lokal, tenun Mamabe ingin memastikan karyanya tak sekadar indah, tapi juga berdaulat.
Mamabe juga dipercaya Pemkab Berau untuk menggarap tiga motif tenun khas yang digunakan dalam seragam dinas, yaitu Rutun Penyu, Serewangi, dan Kidakidah. Kerja sama ini bukan hanya memperkuat eksistensi Mamabe, tapi juga menjalin relasi antara budaya lokal dan identitas kelembagaan pemerintah daerah.
Di balik pengakuan dan prestasi itu, ada proses panjang yang ditempuh para perempuan penenun. Dukungan dari Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Berau menjadi titik balik penting. Bantuan alat dan pelatihan membuka jalan bagi para perajin untuk mempercepat produksi dan memenuhi pesanan yang kian meningkat.
“Dengan bantuan alat itu, kami bisa lebih cepat menyelesaikan pesanan. Sekarang, pesanan datang terus, baik untuk pakaian maupun oleh-oleh seperti syal atau selendang,” kata Sonya.
Langkah Mamabe tak berhenti di lokal. Melalui berbagai ajang fashion show dan pameran tingkat nasional, nama Mamabe mulai dikenal lebih luas. Puncaknya terjadi pada 2018, ketika Miss Award Indonesia tampil mengenakan tenun Mamabe dan menyabet juara satu.
“Dari situlah tenun Berau makin dikenal. Sekarang banyak konsumen dari luar daerah seperti Jakarta dan Surabaya yang memesan,” tambah Sonya.
Mamabe kini membidik pasar global. Impian itu dibangun dengan kerja konsisten—mulai dari merancang motif, melindungi hak cipta, hingga memperluas jaringan promosi. Rencananya, mereka juga akan membuka galeri khusus di pusat Kota Tanjung Redeb.
“Supaya pengunjung dan wisatawan tidak susah mencari oleh-oleh tenun khas Berau,” pungkas Sonya. (Adv/aya)