Foto: Primadana Afandi.

TANJUNG REDEB – Kecintaan musik di lingkungan keluarga, rupanya memberikan dampak besar bagi hidup Primadana Afandi, seorang musisi lokal Berau. Sedari kecil, ia sudah akrab dengan dunia musik. Bahkan ia kerap menonton keluarga bermusik ria di kediamannya atau zaman now mengenal dengan istilah karaokean.

Tembang kenangan hingga musik eropa, kerap ia dengar sendiri kala dilantunkan oleh ayah, bunda hingga paman dan kerabat terdekat keluarganya. Seolah jadi ritual wajib kala akhir pekan. Silaturahmi keluarga yang cukup unik kala itu.

Sekira tahun 1999, karaokean memang jadi sarana hiburan semua kalangan saat itu. Jikalau diingat-ingat, masa itu masih peralihan orde baru ke era reformasi.

Kebisingan itu lah yang membuat Prima sapaan dia, akrab dengan dunia musik. Semasa kecil ia sudah kerap naik turun panggung hiburan tingkat kelurahan, kecamatan hingga panggung nasional. Dikemas dalam ajang perlombaan. Bisa dibilang juga panggung ajang pencarian bakat.

“Dari kecil sudah sering dengar keluarga karokean di rumah waktu itu, bahkan tiap hari ada saja musik yang diputar bapak di rumah,” kata Prima kepada Berau Terkini.

Pindah dari Tarakan ke Berau pada awal 2000an. Kultur di dalam keluarga tak hilang. Itu pula yang mendorong Prima untuk berkiprah di dunia musik. Bersekolah di SDN 11 Tanjung Redeb, dirinya sudah rajin manggung di pentas musik lokal. Biasanya, pada momen agustusan. Persis pada perayaan hari kemerdekaan RI.

Beranjak ke Sekolah Menengah Pertama pada 2005 di SMP Negeri 3 Tanjung Redeb, dirinya aktif mengikuti ekskul. Di pelajaran tambahan itu, Ia memilih untuk mengikuti paduan suara. Diteruskan dia sampai menginjak masa sekolah tingkat atas. Ekskul musik masuk dalam keseharian yang digeluti selama berseragam putih abu-abu.

Pada 2009, saat masih tercatat sebagai siswa di SMA Negeri 1 Tanjung Redeb, dirinya terpilih mewakili Kaltim untuk ikut kompetisi seni se-Indonesia. Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N), di Jogja.

“Namun kala itu hanya stop sebagai finalis tanpa gelar,”ucapnya.

Setahun kemudian, pada 2010, ia kembali terpilih setelah mengikuti seleksi tingkat kabupaten hingga provinsi. Lagi, dia terpilih dalam ajang FL2SN. Kali ini tuan rumah Surabaya.

Berlaga di panggung tingkat pelajar se-nasional. Prima, berhasil menyabet medali perunggu dalam ajang itu. Berbagi gelar dengan peserta lain asal Bali dan NTT untuk medali Emas dan Perak.

Mengisi masa remaja, Prima mengikuti sanggar musik tradisional, ekskul marching band, nge-band, hingga kegiatan musik lainnya. Menjadi ajang asah bakat pria kelahiran Tarakan, 13 Januari 1993 tersebut.

“Mulai SD sudah ikut lomba. Didaftarkan sama ibu. Memang dapat dukungan langsung dari orang tua untuk menggeluti dunia musik,” ujarnya.

Putra pertama dari pasangan Asmuni dan Rusdiana AK, kemudian melanjutkan keseriusannya dalam bermusik dengan berkuliah di Institut Seni Indonesia atau disingkat ISI, Jogjakarta pada 2011.

Ia memilih untuk mendaftar di jurusan Etnomusikologi. Jurusan yang banyak menyelami bentuk seni pertunjukan yang berkaitan dengan keahlian teknik garapan dan dokumentasi musik etnis. Selama 7 tahun di bermukim di Kota Pelajar, Prima sudah menguasai keahlian dalam mengolah seni panggung. Ia kerap tampil di pentas kesenian di Jogja. Bahkan, ia mendapatkan biaya untuk mengisi perut dari panggung tersebut.

Terlena dengan kenikmatan uang hasil keringat sendiri di dunia seni musik, lantas ia memilih untuk tak menyelesaikan sekolah tingginya saat itu. Ia rela menggantungkan harapan pada kesenian yang sudah menghidupi dirinya selama berada di Jogja.

“Memang disitu kesalahan saya. Tidak untuk ditiru. Bagaimana pun kuliah itu modal kita untuk bekerja setelah lulus. Tapi saya sudah berdamai dengan itu,” tegas Prima.

Kemudian, pada 2019 ia kembali ke Bumi Batiwakkal. Membawa segudang pengalaman di panggung musik etnis yang ia dapatkan selama berada di Jogja. Mengukur iklim musik di Berau, dirinya sempat pesimis. Sebab, dirinya yang jauh dapat jam terbang dunia musik di Jogja, sudah punya tolok ukur.

Tak menggerutu terhadap keadaan. Dirinya juga yang pernah punya pengalaman di bidang penulisan lagu medio 2015 lalu, membangkitkan semangatnya untuk keluar kandang. Keluar dari zona nyaman sebagai wirausahawan.

Di masa pandemi, di tengah kejenuhan berhadapan dengan aturan Covid-19. Prima mendobrak kebiasaan dengan memulai untuk merilis singel perdana pada 2021 lalu, bertajuk Hujan Berhenti.

Kemudian, pada 2022 awal, ia kembali merilis singel kedua dengan tajuk Swastamita. Dua lagu itu ia rilis setelah membuat mini konser atau showcase dengan menggandeng komunitas musik lokal Berau. Pada saat itu, antusias koleganya cukup besar. Mendorong dia semangat untuk membuat showcase di kedai kopi yang ada di Berau.

“Karya saya sudah bisa dinikmati gratis di YouTube. Platform lain masih dalam proses,” ujarnya.

 

Jangan Mau Nunggu, Anak Muda Harus Punya Gerak Semangat Mandiri

 

‘Mencari jarum dalam tumpukan jerami’ kiasan itu nampak tepat untuk menggambarkan nasib para pegiat musik di Bumi Batiwakkal. Sebab, musisi lokal kurang dilirik, hingga membuat panggung hiburan musisi lokal jarang muncul ke permukaan.

Imbasnya sangat besar. Arus perkembangan dunia musik di Bumi Batiwakkal cenderung lamban. Meskipun bila nongkrong di coffee shop, musik hype sudah sering terdengar.

Dalam pertunjukan mini yang ia rilis bersama kawan komunitas pada 2021 dan 2022 kemarin. Menjadi modal Prima untuk muncul ke permukaan. Membawakan nuansa musik berbeda dan tentunya keberanian untuk tampil ke permukaan.

Melalui itu, ia hanya berharap dapat jadi pemecu semangat seniman lokal untuk unjuk karya. Sebab, tak akan ada lirikan bila tak ada sesuatu yang mampu menarik perhatian. Khususnya kawula muda Bumi Batiwakkal.

“Jangan menunggu. Itu aja. Kita harus ciptakan pasar kita sendiri,” ujar Prima.

Bahkan, ia tak sepakat bila anak muda punya mental menunggu uluran tangan pemerintah. Sebab menurut dia, musik itu punya prinsip kebebasan. Tidak boleh terkungkung terhadap aturan. Apalagi bila polanya kerjasama dengan pemerintah.

Dalam memunculkan karya positif, kemandirian menjadi acuan utama bagi seniman lokal untuk mencari panggung di Bumi Batiwakkal. Meskipun tertatih, bukan tidak mungkin, pada masa yang akan datang akan memberikan dampak pada masyarakat.

“Jangan menunggu, berbuat saja dulu. Munculkan karyanya. Memang untuk dikenal itu tak mudah. Butuh banyak pengorbanan dan keberanian,” sebutnya.

 

Buka Wadah Sharing Sambil Ngopi Bareng

 

 Prima mengaku paham benar dengan minat anak muda di Berau. Khususnya di bidang musik. Banyak yang tak percaya diri. Bahkan lebih memilih memendam kemampuan lantaran sering terima hujatan.

Situasi itu wajar. Menurut Prima, orang yang asing dengan musik yang baru didengar akan memberikan berbagai macam respon. Baik itu positif atau sebaliknya. Sehingga, penting untuk mematangkan strategi pasar saat hendak memulai berkesenian.

Dirinya siap untuk menerima siapapun yang mau sharing. Ngobrol panjang di sambil minum kopi. Kebetulan, Prima saat ini berposisi sebagai Manager Teknis di Warung Kopi Pagi Sore (WKPS), Jalan Teuku Umar, persis di seberang Hotel Makmur.

“Siapapun bisa berkunjung kesini, apalagi mau ngobrol soal seni. Saya ladenin sampai pagi,” kata dia berkelakar.

Sebagai informasi saja nih, bagi yang mau menikmati karya milik Prima, dapat mengunjungi laman YouTube pribadinya di Primadana. Kemudian dapat melihat kesehariannya, di laman instagram di @primadana.afandi. (*)

Reporter: Sulaiman