Reporter : Redaksi
|
Editor : Syaifuddin Zuhrie

TANJUNG REDEB,- Raja pertama Berau  dari Kerajaan Berau adalah salah satu kerajaan yang lokasinya ada di Kalimantan Timur berdiri pada abad yang ke 14. Awal mula berdirinya kerajaan ini dibentuk corak Hindu-Buddha tetapi dengan seiring berjalannya waktu dan masuknya agama Islam ke dalam daerah tersebut di abad ke 17, kerajaan tersebut berubah menjadi Kesultanan Islam. Kerajaan Berau runtuh di abad ke 19 setelah menjadi salah satu korban politik serta adu domba yang dilancarkan oleh Belanda.

Sejarah Berau

Kerajaan Berau berada di Kecamatan Gunung Tabur, Berau, Kalimantan Timur. Kawasan ini dahulu ditempati oleh berbagai macam banua atau suku yang memiliki kepala suku dan juga adatnya masing-masing. Pada saat perkembangannya benua-benua memiliki kesepakatan untuk bergabung dan membentuk sebuah kerajaan.

Hasilnya, berdirilah Kerajaan Berau di abad ke 14 atau berada di sekitar tahun 1377 di kawasan itu dengan nama yang diambil sesuai daerahnya. Raja pertama Berau bernama Baddit Dipattung yang bergelar Aji Raden Suryanata Kesuma yang mana Ia memimpin bersama dengan permaisurinya.

Raja pertama ini dikenal oleh banyak orang sebagai raja yang memang cakap serta bijaksana di dalam menjalankan pemerintahannya sehingga di waktu itu rakyatnya sangat sejahtera. Di bawah kepemimpinannya Kerajaan Berau berhasil dalam menyatukan beberapa banua antara lain Banua Kuran, Bantuan Rantau Buyut, Bamua Merancang, Banua Rantau Sewakung dan Banua Pantai.

ziarah
Kecamatan Gunung Tabur dan jajaran kala ziarah ke Makam Raja pertama Berau, Makam Baddit Dipattung. (Foto: Dok)

Sejarah Menjadi Kesultanan Berau

Ketika berada di masa pemerintahan dari Sultan Muhammad Hassanudin Kerajaan Berau berubah nama menjadi Kesultanan Berau setelah menganut ajaran agama Islam. Pada mass itu, Kesultanan Berau juga sudah berhasil mencapai masa jayanya. Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan Sultan Muhammad Hassanudin dalam mengusir Belanda.

Pada abad yang ke 17, Belanda masuk ke dalam wilayah Berau dan berusaha untuk menanamkan pengaruhnya dengan cara menguasai sektor perdagangan yang ada di wilayah Berau dan juga Kutai. Namun, hal tersebut belum ada hasil yang bisa diwujudkan salah satunya karena disebabkan perjuangan dari Sultan Muhammad Hassanudin.

 

Keruntuhan Kerjaan Berau

Kerajaan Berau runtuh ketika ada di abad ke 19 dimana Belanda melakukan upaya yang sangat insentif dibandingkan yang sebelumnya agar dapat menguasai Kesultanan Berau. Pemimpin terakhir Kesultanan Berau Sultan Zainal Abidin II yang meninggal di waktu itu menimbulkan perpecahan internal dalam Kerajaan karena adanya perebutan kekuasaan.

Situs tersebut langsung dimanfaatkan oleh Belanda untuk mulai menggunakan politik adu domba. Politik adu domba yang ditimbulkan oleh Belanda pada akhirnya berhasil membuat perpecahan Berau ke dalam dua bagian, yaitu Sambaliung dan Gunung Tabur.

Kesultanan Gunung Tabur waktu itu diperintahkan oleh Aji Kuning II sedangkan untuk Kesultanan Sambaliung yang dipimpin oleh Raja Alam yang merupakan cucu Sultan Muhammad Hassanudin. Berbeda dengan waktu di pimpinan oleh Raja Pertama Berau dari masa ke masa kerjaan ini memiliki banyak perselisihan.(*)