KUKAR,- Desa Giri Agung di Kecamatan Sebulu, Kutai Kartanegara, punya masalah yang pelik. Harga jual gabah di desa lumbung padi itu sering merugikan petani. Desa tersebut belum banyak tersedia lantai jemur gabah basah. Para petani terpaksa menjual gabah basah yang harganya murah. Padahal, dalam setahun terakhir, Desa Giri Agung menghasilkan 900 ton gabah.
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Giri Agung melihat permasalahan itu. Desa membuat terobosan dengan mengusulkan pembelian lantai jemur padi agar menghasilkan gabah kering giling. Pemkab Kukar menyambut usulan tersebut. Sebuah gudang berikut mesin pengupas kulit gabah menjadi beras dibangun di Desa Giri Agung.
“Tujuannya adalah mengendalikan harga beras di kalangan petani,” jelas Kepala Desa Giri Agung, Supriyadi.
Langkah selanjutnya, pemerintah desa mendaftarkan BUMDes Giri Agung untuk memperoleh izin pengelolaan perdagangan beras. Izin tersebut keluar dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. BUMDes juga memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dari Kementerian Hukum dan HAM.
“Kini, BUMDes Giri Agung menjadi satu-satunya BUMDes di Kecamatan Sebulu yang izinnya terintegrasi ke pemerintah pusat,” jelas Supriyadi.
Melalui perizinan tersebut, BUMDes Giri Agung bisa mengolah dan mendistribusikan padi petani desa dengan harga yang terkendali. Hal itu bertujuan agar petani mendapatkan harga yang sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET).
“Pada musim panen harga tidak jatuh, sementara pada musim paceklik harga tidak naik tinggi,” terangnya.
Dalam waktu dekat, BUMDes Desa Giri Agung berencana bersinergi dengan Badan Urusan Logisitik atau Bulog. Kerja sama bertujuan mengendalikan harga beras pada perayaan hari besar keagamaan. (*adv/diskominfokukar)