JAKARTA – Masyarakat Indonesia lebih optimis soal budaya, kreativitas hingga inovasi digital dibandingkan dengan soal lain seperti politik dan pemerintah.
Dimensi budaya dan kreativitas, serta teknologi dan inovasi, masuk dalam kategori optimis, atau memiliki hasil skor tertinggi dalam survei Indeks Optimisme 2025 dibandingkan dengan dimensi lainnya.
Hal tersebut berdasarkan hasil dari survei Indeks Optimisme 2025, yang dirilis oleh GoodNews From Indonesia (GNFI) bersama GoodStats.
Adapun dimensi budaya dan kreativitas mampu mencetak skor sebesar 6,75. Sementara dimensi teknologi dan inovasi skornya mencapai 6,69.
“Kedua dimensi tersebut masuk dalam kategori “optimis”. Di mana, sebanyak 70,2 persen responden optimis budaya Indonesia akan semakin mampu dikenal di kancah global, dan 66,8 persen yakin anak muda mampu memimpin inovasi digital,” jelas survei Indeks Optimisme 2025, dikutip Berauterkini.co.id, Minggu (10/8/2025).
Temuan tersebut menunjukkan bahwa publik melihat kekuatan budaya dan inovasi sebagai modal untuk bertahan di tengah ketidakpastian. Ini adalah sinyal positif bagi sektor kreatif dan teknologi Indonesia.
Untuk diketahui, GoodNews From Indonesia (GNFI) bersama GoodStats merilis hasil survei Indeks Optimisme 2025. Survei ini telah dilakukan beberapa kali, dengan survei sebelumnya yang dilaksanakan pada 2023.
Secara umum, hasilnya menunjukkan penurunan indeks optimisme dari 7,77 yang merupakan kategori “optimis” pada 2023 menjadi 5,51 atau kategori “netral” di 2025.
Kondisi netral merupakan situasi di mana adanya keinginan untuk tetap optimisme atau merawat harapan dalam menatap masa depan, namun di saat yang sama dibayangi oleh kekhawatiran dan ketidakyakinan.
Lebih lanjut, CEO GNFI, Wahyu Aji menerangkan bahwa survei Indeks Optimisme ini bertujuan untuk memetakan pada hal mana responden merasa punya harapan tinggi, dan di sektor mana optimisme terlihat menipis.
Adapun yang membedakan survei tahun ini dengan yang sebelumnya, Aji bilang yakni pendekatan kontekstual.
Pendekatan kontekstual yang dimaksud adalah bahwa setiap pertanyaan tidak hanya mengharapkan jawaban cepat apakah responden optimis atau pesimis, tetapi juga memberi mereka konteks soal kondisi yang sedang berkembang.
“Dengan begitu respons yang muncul diharapkan merupakan hasil perenungan, bukan sekadar jawaban spontan,” kata Aji
Selain itu, Aji menilai bahwa laporan ini jug memperlihatkan bahwa optimisme adalah modal sosial yang fluktuatif, dan saat ini sayangnya sedang kurang baik.
Meski begitu, optimisme bisa dibangun melalui kebijakan yang responsif, kepemimpinan yang kredibel, dan narasi harapan yang realistis.
“Di tengah ketidakpastian, optimisme bukan sekadar sikap psikologis, tapi kapasitas strategis bangsa,” tandasnya.