TANJUNG REDEB – Limbah kayu ulin yang selama ini sering dianggap tidak bernilai diubah menjadi karya bernilai tinggi oleh Kriya Dumaring, sebuah usaha kerajinan kayu yang berdiri di Kampung Dumaring, Kecamatan Talisayan.

Diprakarsai oleh Syuaib, seorang mantan pekerja galangan kapal, Kriya Dumaring kini menjadi salah satu pelaku usaha kreatif yang tidak hanya mengandalkan estetika, tetapi juga filosofi lokal dan keberlanjutan lingkungan.

Pendamping usaha Kriya Dumaring, Nana, menceritakan perjalanan panjang dan tantangan di balik usaha ini. 

Menurutnya, usaha ini bermula dari ketekunan Pak Syuaib yang memanfaatkan waktu luangnya di galangan kapal untuk mengolah limbah kayu ulin menjadi kerajinan kecil.

“Pak Syuaib selalu bilang, limbah ini sebenarnya berharga kalau kita tahu cara mengolahnya. Dari situ lahir ide membuat sesuatu yang lebih serius,” ujarnya.

Kayu ulin dipilih bukan tanpa alasan. Kayu yang dikenal sebagai kayu besi ini memiliki kekuatan dan ketahanan luar biasa.

Meski hanya memanfaatkan limbahnya, kualitas kayu ulin tetap unggul dan tahan terhadap cuaca, rayap, dan waktu.

“Kayu ulin itu kuat, tahan lama, dan sangat khas secara estetika. Serat alami dan warnanya yang coklat tua kehitaman memberi karakter unik pada setiap produk,” jelas Nana.

Dengan memanfaatkan limbah kayu, usaha ini juga berkontribusi dalam pelestarian lingkungan.

“Kami tidak menebang pohon baru, hanya memanfaatkan sisa pembangunan atau serpihan kapal. Dengan cara ini, kami juga membantu mengurangi limbah kayu di sekitar Dumaring,” tambahnya.

Namun, Nana mengakui, mengolah kayu ulin bukanlah hal mudah. Sebagai kayu yang sangat keras, proses pengerjaannya memerlukan ketekunan ekstra dan alat khusus.

“Tantangan kami itu alat yang cepat rusak karena kerasnya kayu ini. Mata gergaji, pisau ukir, atau mata bor bisa tumpul hanya dalam beberapa kali pakai. Apalagi untuk usaha kecil,” ungkap Nana.

Selain itu, kayu ulin sulit menyerap finishing, seperti cat atau pelitur, karena pori-porinya yang sangat padat.

“Proses amplas pun butuh teknik khusus. Kalau tidak sabar, hasilnya bisa mengecewakan. Tapi kami percaya, dengan kesabaran dan keterampilan, hasil akhirnya selalu sebanding dengan kerja keras kami,” tambahnya.

Saat ini, Kriya Dumaring memproduksi berbagai barang fungsional, seperti piring, gelas, mangkuk, hingga gantungan kunci. Ke depan, mereka berencana memperluas produksi ke lini dekorasi rumah dan souvenir khas, seperti miniatur rumah adat, plakat kayu, dan magnet kulkas.

“Ciri khas kami adalah setiap produk dibuat secara handmade dengan tetap mempertahankan guratan alami kayu. Setiap produk memiliki cerita dan keunikannya sendiri,” ujar Nana.

Kriya Dumaring sangat memperhatikan keberlanjutan bahan baku. Nana menjelaskan, mereka hanya menggunakan limbah kayu dari kebun sawit, sisa pembangunan rumah, atau serpihan kapal.

“Kami juga mulai bereksperimen dengan bahan campuran, seperti kayu ulin dan rotan, untuk mengurangi ketergantungan pada ulin. Selain itu, kami mendukung program reforestasi hutan ulin melalui kerja sama dengan pihak-pihak terkait,” tegasnya.

Saat ini, Kriya Dumaring sedang dalam proses menjadi kelompok usaha dengan Nomor Induk Berusaha (NIB) kelompok.

Produk mereka pun sudah beberapa kali tampil di pameran tingkat provinsi dengan pendampingan pemasaran dari Diskoperindag Berau.

“Kami berharap ada lebih banyak dukungan, terutama dari pemerintah daerah, untuk membantu usaha kecil seperti ini terus berkembang. Dengan produk berkualitas dan berakar pada budaya lokal, kami percaya Kriya Dumaring bisa menjadi kebanggaan Berau,” tutup Nana. (*/Adv)