Reporter : Sulaiman
|
Editor : Syaifuddin Zuhrie

TANJUNG REDEB – Keterlibatan perempuan dalam pembangunan wilayah benar-benar tak bisa dianggap sebelah mata. Sebab, saat ini telah banyak wanita hebat yang berkontribusi nyata bagi kemajuan suatu wilayah, termasuk di Provinsi Kaltim.

Salah satu wanita hebat yang mampu turut serta dalam pembangunan Samarinda adalah Celni Pita Sari. Wanita kelahiran 1985 ini kini menjadi bagian penting dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda dalam mendukung pembangunan di Ibu Kota Provinsi Kaltim itu agar berjalan dengan baik.

Wanita yang pernah menjadi manajer tim Borneo FC Women tahun 2022 lalu ini juga diketahui menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) NasDem Kaltim. Partai besar yang dikomandoi oleh Surya Paloh.

Keberhasilannya dalam panggung politik dan memimpin partai besar ini menjadi bukti bahwa sosok perempuan tak bisa dipandang sebelah mata. Celni menilai, kaum perempuan yang masuk dalam ranah politik akan membawa pandangan politik yang unik dan progresif, meskipun sering kali kurang diperhitungkan.

Menurutnya, perempuan bisa menjadi agen perubahan dengan mendorong kebijakan daerah yang lebih responsif terhadap isu sosial, ekonomi, hingga kesejahteraan keluarga.

“Perempuan itu bisa mendorong kebijakan yang lebih responsif,” katanya.

Dalam semangat mengawal Indonesia Emas 2045, kaum perempuan di parlemen diminta untuk lebih melek terhadap peraturan daerah yang menjadi representasi keterwakilan perempuan.

Ia mencontohkan, perempuan dapat mengawal pembuatan perda terkait kesetaraan gender, perlindungan terhadap perempuan dan anak, pemberdayaan perempuan, serta akses setara bagi perempuan dan anak dalam sektor pendidikan dan kesehatan.

“Partisipasi perempuan dalam pembangunan daerah dan perlindungan hak-hak pekerja perempuan juga perlu diperjuangkan,” ungkap perempuan yang terpilih kembali di DPRD Samarinda, Dapil Samarinda Ulu.

Oleh karenanya, ia mendorong kaum perempuan, khususnya para kader NasDem di daerah, agar dapat menangkap isu-isu di daerah yang pro terhadap perempuan.

Tentunya, kekuatan secara politik dapat dipahami secara kolektif tanpa berbasis gender. Namun, kaum ibu dihalalkan untuk mengutarakan pendapat secara lebih lantang saat menjalankan tugas dan fungsinya di parlemen.

“Jadilah pemimpin yang mendengar dan membawa perubahan nyata di masyarakat,” tandasnya. (*)