Reporter : Hendra Irawan
|
Editor : Syaifuddin Zuhrie

TANJUNG REDEB,– Mencuatnya kasus dugaan pungutan liar (Pungli) uang bangku sekolah terhadap murid pindahan di SDN 021 di Jalan Kedaung, Tanjung Redeb.  Kepala SDN 021 , Wahidah langsung menepis dugaan pungli di sekolah itu.

Meskipun, dia sendiri membenarkan, adanya pembayaran uang bangku senilai Rp 300 ribu kepada murid pindahan.

Wahidah menyebut, uang itu digunakan untuk kepentingan penyediaan bangku yang tidak ada di sekolah. Karena sekolah hanya memiliki meja, tetapi tidak memiliki bangku bagi murid pindahan duduk.

“Mau duduk di mana anak-anak itu. Saya bilang ke orangtua murid, ada uang bangku Rp 300 ribu. Tidak ada paksaan juga ke orangtua siswa. Ini sudah kami sampaikan, ketika komunikasi pertama dengan pihak orangtua,” katanya, Senin (19/8/2024).

Lebih jauh dijelaskannya, uang Rp 300 ribu digunakan untuk membayar pekerja yang melakukan renovasi bangku sekolah. Karena ada bangku sekolah, namun kondisinya mengalami kerusakan.

Sementara, untuk pengadaan kursi baru harganya mahal, dan akan semakin membebani orangtua murid.

“Ini tidak ada paksaan. Karena sebelum masuk sekolah, kami sudah sampaikan kondisi sekolah kami yang kekurangn bangku. Dan saya pastikan, semua orangtua sudah sepakat dan tidak keberatan dengan kebijakan itu,” jelasnya.

“Sebenarnya anggaran sekolah ada, tapi belum cair,” sambungnya.

Terkait uang bangku, dirinya juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan. Dia juga menjelaskan, dari 13 anak pindahan, hanya 8 orang yang membayar.

“Sisanya belum membayar karena tidak ada uang. Itupun yang 5 orang ini diberi keringanan untuk membayarnya di bulan ini, atau dicicil. Itu tidak apa-apa,” jelasnya.

Dia pun menampik, atas beberapa tudingan dari salah satu orangtua murid, yang menyebut jika pembayaran uang bangku itu dilakukan dengan unsur paksaan.

Padahal kata dia, orangtua murid pindahan, sudah disampaikan sejak awal mengurus kepindahan ke SDN 021. Serta, mereka kata Wahidah, juga diberi keringanan  pembayaran dengan cara dicicil.

Bahkan, uang bangku senilai Rp 300 ribu itu juga, digunakan untuk mensubsidi perbaikan bangku siswa yang orangtuanya belum membayar.

“Karena kami ajukan ke dinas juga belum bisa. Akhirnya kami lakukan itu (Uang bangku). Dan itu berdasarkan kesepakatan dan persetujuan semua orangtua murid,” jelasnya.

Dipastikannya juga,  untuk orangtua murid yang memiliki dua hingga tiga anak ada kebijakan tertentu. Yakni tidak dipaksakan untuk langsung membayar penuh uang bangku tersebut. Mengingat ada juga uang baju yang harus dilunasi.

“Artinya, dalam hal ini. Kami tidak ada memaksa orangtua murid ini untuk membayar harus 300 tidak,” katanya.

Ketika disinggung, alasan pihak sekolah tidak melengkapi dengan bukti transaksi disebutkannya, karena pembayarannya bersambung dengan seragam sekolah.

“Bayarnya langsung ke saya selaku kepala sekolah. Bukti transaksinya memang kita tidak siapkan. Yang ada, itu hanya uang seragam. Tapi itu disambungkan biayanya dengan uang seragam,” jelasnya.

Ketika ditanya, dasarnya menetapkan uang bangku senilai 300 ribu itu, Wahidah menjelaskan, bahwa itu melihat dari kerusakan kursi yang ada. Bahkan, dia juga menyebut biaya kerusakan itu juga dari tokonya.

“Setelah delapan orang ini membayar uang bangku, ternyata masih ada sisanya. Sisanya inilah, yang digunakan untuk mensubsidi 5 orang yang belum bisa membayar bangku,” jelasnya.

“Karena memang kami tidak mencari untung,” pungkasnya. (/)