TANJUNG REDEB – RSUD dr Abdul Rivai tengah berada di ujung tanduk. Setelah tarif klaim layanan turun dari kategori tipe C ke tipe D, kini rumah sakit kebanggaan Kabupaten Berau itu terancam benar-benar kehilangan status tipe C secara permanen. Padahal, usia rumah sakit ini sudah “tua”.
Kepala Dinas Kesehatan Berau, Lamlay Sarie, menyebut, penyesuaian tarif klaim tersebut mulai berlaku sejak 1 Juli 2025. Hal ini berdasarkan hasil evaluasi dari Kementerian Kesehatan bersama BPJS Kesehatan.
“Perlu diluruskan, yang turun saat ini adalah tarif klaimnya. Secara administratif, status rumah sakit masih tipe C. Tapi jika tidak ada pembenahan dalam enam bulan ke depan, Desember nanti status itu bisa resmi turun ke tipe D,” terang Lamlay, Jumat (4/7/2025).
Ia mengibaratkan kondisi ini seperti dirinya yang memiliki Surat Keputusan (SK) sebagai kepala dinas, namun hanya menerima tunjangan setara kepala bidang.
“Saya diberi waktu enam bulan untuk memperbaiki kinerja. Kalau tidak, SK saya bisa benar-benar diturunkan ke kabid. Itulah posisi RSUD kita saat ini,” ujarnya.
Penurunan status rumah sakit tidak hanya soal gengsi kelembagaan. Dampaknya akan sangat dirasakan oleh masyarakat. Jika RSUD Abdul Rivai resmi menjadi tipe D, maka sistem rujukan pasien akan lebih rumit.
“Pasien tidak bisa lagi langsung dirujuk ke rumah sakit tipe B seperti AWS atau Kanudjoso. Mereka harus ke RS tipe C terlebih dahulu, yang mungkin berada di Kutai Timur atau Kalimantan Utara. Kasihan masyarakat,” ungkap Lamlay.
Salah satu temuan utama dalam evaluasi adalah kurangnya jumlah tempat tidur Intensive Care Unit (ICU).
Sesuai standar, RSUD seharusnya memiliki minimal 10 persen tempat tidur ICU dari total kapasitas rumah sakit, yaitu sekitar 22 unit dari 220 tempat tidur. Namun, saat ini hanya tersedia sebagian kecil.
“Masih kekurangan sekitar 13 unit, saya lupa persisnya. Jika menunggu gedung baru, prosesnya akan terlalu lama dan belum jelas kapan rampung. Sementara tidak ada jaminan dari manajemen rumah sakit kapan itu bisa digunakan sepenuhnya,” paparnya.
Lamlay mengungkapkan, dalam dunia kesehatan, jika menggunakan sistem kehati-hatian, maka apa yang terjadi di RSUD sekarang sudah bisa dianggap menjadi tipe D, meskipun belum secara resmi.
Dengan begitu, manajemennya dapat segera bergegas bagaimana caranya agar status tipe C dapat dipertahankan.
“Satu-satunya solusi cepat adalah mengalihfungsikan ruangan yang ada menjadi ICU. Dalam tiga bulan pun itu bisa dilakukan,” paparnya.
Menurutnya, apa yang terjadi sekarang adalah hukuman bagi RSUD. Untuk diketahui, ada tiga rumah sakit yang mendapatkan hukuman di Kaltim.
Pertama, RSUD dr Abdul Rivai. Fasilitas ini berdiri tahun 1961. Kedua, RS Muara Bengkal di Kutai Timur yang berdiri tahun 2023. Terakhir adalah RS TNI.
“Jika RS Muara bengkal kena hukuman itu bisa dimaklumi, karena usianya masih baru. Kalau kita ini ibaratnya sudah kakek-kakek. Ini sebenarnya pukulan telak bagi kita, punya pengalaman panjang dan anggaran besar,” katanya.
Lamlay mengingatkan, waktu pembenahan hanya tersisa enam bulan. Ia berharap manajemen RSUD bergerak cepat dan tidak menunggu hingga Desember.
“Ini adalah peringatan keras. Kalau tidak segera ditindaklanjuti, maka status tipe D bukan lagi ancaman, tapi kenyataan. Dan yang paling dirugikan tentu saja masyarakat,” pungkasnya. (*)