TANJUNG REDEB – Manajemen RSUD dr Abdul Rivai akhirnya angkat bicara soal tudingan miring atas penggunaan dan biaya pembangunan Gedung Walet yang jadi penunjang pelayanan darurat.

Direktur RSUD dr Abdul Rivai, Jusram, mementalkan informasi yang menuding bila pihaknya menggunakan gedung baru tersebut untuk sarang walet.

Tudingan tersebut diberikan oleh pihak eksternal dari pemberitaan yang heboh pada Juni lalu.

“Ya pakai logika saja, masa gedung sebagus itu dipakai untuk sarang walet, karena oknum itu dengar suara walet,” terang Jusram kepada awak media di Restoran Penginapan Gioia, Minggu (3/8/2025).

Jusram meluruskan, pihaknya selama tiga tahun belakangan ini menggodok pembangunan gedung anyar tersebut dengan nilai total anggaran lebih dari Rp70 miliar.

Anggaran tersebut tak berasal dari APBD Berau, namun murni dari hasil pengelolaan keuangan rumah sakit yang berstatus sebagai badan layanan umum daerah (BLUD).

Di gedung itu akan dibuka layanan yang sebelumnya telah ada di bangunan lama, di antaranya ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), kamar tindakan operasi medis, dan ruang intensive care unit (ICU).

Peningkatan pelayanan tersebut dilakukan demi menjaga status rumah sakit plat merah tersebut yang saat ini berpredikat C.

“Di Kaltim, cuma Berau yang mampu membangun gedung baru pakai uang yang dikelola oleh rumah sakit, di daerah lain masih bergantung dengan APBD,” tuturnya.

Dia menyebut, terdapat alternatif yang ditawarkan pemerintah daerah untuk melakukan renovasi ruang ICU di tengah tidak adanya ruang pengganti yang tersedia.

Dalam pertimbangan yang matang, tawaran tersebut tak diambil. Sebab, akan banyak pasien yang tak terlayani karena renovasi tersebut.

“Sehingga kami memilih untuk memaksimalkan kinerjanya di gedung walet nanti,” tutur dia.

Dia mengakui, anggaran yang digunakan untuk pembangunan gedung tersebut sangat besar. Sebab, terdapat desain yang membutuhkan pertimbangan dan perubahan pasca perencanaan, seperti pembuatan pancang yang dalamnya sampai 30 meter.

Lalu, pengadaan alat kesehatan yang mesti melalui proses panjang dan perizinan yang sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Termasuk memastikan setiap pelayanan sesuai dengan standar operasional pelayanan (SOP).

“Maka itu pembangunannya sampai tiga tahun, karena kami ingin berikan yang terbaik untuk pelayanan,” tegasnya.

Jusram menyebut, komitmen tersebut sudah pernah pula disampaikan saat kunjungan Presiden ketujuh RI, Joko Widodo, pada tahun lalu.

Dia menyampaikan sendiri, Berau harus membuat inovasi untuk memastikan pelayanan dapat dilakukan tanpa merujuk pasien darurat keluar daerah.

Selain biaya yang mahal, jarak tempuh untuk menuju rumah sakit kelas wahid di Kaltim, RSUD dr Abdul Wahab Syahrani (AWS), sangat lama. Banyak memunculkan kekhawatiran rumah sakit dan keluarga pasien, termasuk pasien karena persoalan tersebut.

“Jadi semampu kami untuk terus meningkatkan pelayanan di rumah sakit ini,” sebut dia.

Selama memimpin, Joesram berkomitmen untuk menuntaskan paling tidak tiga target utamanya, yakni pengembangan rumah sakit, perbaikan sistem pelayanan, dan peningkatan kesejahteraan dari pelayan kesehatan di rumah sakit tersebut.

“Itu sudah jadi visi pertama saat jabatan ini diberikan ke saya oleh pemerintah daerah,” tegasnya.

Terkait tudingan yang mengatakan pihaknya menyelewengkan anggaran, dia menyebut semua proses pembangunan rumah sakit telah melalui tiga kali audit. Pertama dari audit internal, lalu inspektorat, dan terakhir dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kaltim. 

Dia memastikan pemeriksaan berlapis ini akan mengecilkan peluang permainan anggaran dalam pembangunan gedung walet. Sehingga dengan percaya diri, dia mengklaim pembangunan gedung anyar tersebut masih bersih dari indikasi yang ditudingkan ke pihak rumah sakit.

“Tapi biar bagaimanapun, sebagai sektor pelayan publik, kami berterima kasih karena telah diperhatikan,” pungkasnya. (*)