Foto: Penandatanganan penyerahan bantuan fasilitas pendukung pengelolaan mangrove dari Kemenparekraf
TANJUNG REDEB- Mangrove di Kamung Tembudan Kecamatan Batu Putih sudah ditetapkan 1 dari 5 destinasi pilot project low carbon Kemenparekraf republik Indonesia pada Program Towards Climate Positive Tourism through Decarbonization and Ecotourism.
Untuk diketahui, selain mangrove Kampung Tembudan, 4 destinasi pilot project lainnya yakni, CMC Tiga Warna Malang, Taman Wisata Mangrove Klawalu Sorong, Bukit Peramun Belitung, dan Taman Nasional Bali Barat.
Keberadaan mangrove di Tembudan sangat penting bagi pelestarian lingkungan. Tidak hanya menjadi habitat satwa yang ada di sekitar mangrove, tapi juga keberadaannya juga untuk menekan emisi carbon.
Bahkan, baru-baru ini, pihak perwakilan Kemenparekraf secara langsung datang ke Tembudan untuk memberikan support dan dukungan terhadap pengembangan mangrove yang dilakukan kelompok masyarakat di sana.
Pihak Kemenparekraf juga menggelontorkan anggaran yang nilainya mencapai Rp 600 juta untuk pengembangan mangrove dan objek wisata lainnya di Tembudan. Bantuan itu berupa pengadaan kapal kayu wisata, gazebo apung, fasilitas penyemaian bibit mangrove, hingga fasilitas pendukung promosi wisata di Tembudan.
Tidak itu saja, Kemanparekraf juga mendukung pelatihan dan workshop pengembangan produk dan promosi ekowisata, yang bertajuk
“Pemasaran pariwisata berkelanjutan”. Dalam rangka mendukung peningkatan Kapasitas, dan Kapabilitas bagi pengelola Mangrove Tembudan Berseri (MTB), dan masyarakat yang telah diselenggarakan pada tanggal 17-18 Desember 2022.
Direktur Pengembangan Sumber Daya Manusia Ekonomi Kreatif, Kemenparekraf, Alexander Reyaan mengatakan, keberadaan Kampung Tembudan memiliki peran penting dalam mengurangi emisi yang cukup signifikan.
“Peran mangrove mengurangi emisi itu cukup besar, yakni diatas 60 persen. Ini lebih baik dari pada fungsi jenis hutan lainnya,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakannya, mengapa mangrove Tembudan yang menjadi pilot project. Selain mangrove di sana lebih terjaga, dan cukup luas yakni kurang lebih 3000 hektar. Di sisi lain, pengelola mangrove di Kampung Tembudan juga maksimal dan professional dalam memanfaatkan hutan mangrove tersebut.
Apalagi kata Alex, penunjukan mangrove Tembudan sendiri juga diterangkannya, sudah melalui berbagai penilaian. Baik penilaian yang dilakukan oleh pihak LSM/NGO kredibel dan professional di bidangnya, juga tim verifikasi dari Kemenparekraf juga turun langsung melihat kondisi mangrove di Tembudan.
“Memang kondisinya begitu terawat, sehingga menjadi satu-satunya hutan mangrove di Kalimantan yang dipilih sebagai pilot project dari Program Towards Climate Positive Tourism through Decarbonization and Ecotourism,” katanya.
Dia juga menyebut, di Kampung Tembudan memiliki beberapa keunggulan, seperti menjadi salah satu kampung wisata yang sudah terdaftar di jaringan desa wisata, dengan kategori berkembang. Serta, memiliki wilayah mangrove terluas di Kecamatan Batu Putih.
Bahkan, di seluruh Kabupaten Berau. Hutan itu juga dimanfaatkan untuk aktivitas penanaman mangrove sebagai turunan program carbon offsetting, susur mangrove dengan daya tarik habitat Bekantan yang masih terjaga.
“Kami dari kementerian berharap, pengelola mangrove di Tembudan dapat lebih maksimal lagi dalam mengelola hutan mangrovenya. Dan Bersama-sama menjaga lingkungan jadi lebih baik lagi kedepannya,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Kampung Noor Iman mengapresiasi kepedulian yang diberikan Kemenparekraf. Pengembangan Kawasan hutan mangrove di kampungnya, sebenarnya sudah lama dilakukan.
Pihaknya juga terus intens melakukan pengelolaan dengan melibatkan kelompok masyarakat Mangrove Tembudan Berseri, guna Bersama-sama mewujudkan program pengembangan mangrove dalam menekan emisi carbon.
“Menjadi sebuah kebanggaan bagi kampung kami, ditunjuk sebagai 1 dari 5 daerah di Indonesia yang menjadi pilot project menekan emisi carbon. Ini menjadi motivasi kami kedepan, untuk terus mengembangkan hutan mangrove di Tembudan,”pungkasnya.
Di sisi lain, mewakili Bupati Berau Sri Juniarsih, Asisten I Setkab Berau Hendratno mengatakan, pengelolaan Kawasan hutan mangrove di Kampung Tembudan hendaknya menjadi contoh bagi pengelola mangrove di kampung lain.
Apalagi, keberadaan hutan mangrove tidak hanya penting bagi objek pariwisata, tetapi juga menjaga lingkungan dengan menekan emisi carbon.
“Saya kira ini contoh yang bagus. Semoga pengembangan mangrove di Kabupaten Berau, khususnya di Kampung Tembudan menjadi lebih baik lagi kedepannya,” pungkasnya. (/)