KENDARI – Tindakan Kepala Bandara Haluoleo Kendari beserta jajarannya yang menghapus paksa video dan foto milik jurnalis Antara dinilai telah memenuhi unsur pidana. Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tenggara menegaskan bahwa aksi tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Insiden ini terjadi pada Jumat pagi (8/8/2025), saat jurnalis bernama La Ode Muh Deden Saputra tengah meliput keberangkatan rombongan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang membawa empat tersangka OTT Kolaka Timur. Petugas bandara, yang disebut bertindak atas perintah kepala bandara, memaksa sang jurnalis untuk menghapus seluruh materi liputannya.
Ketua IJTI Sultra, Saharuddin, dalam pernyataan sikapnya mengecam keras insiden tersebut sebagai bentuk pembungkaman terhadap kerja-kerja jurnalistik.
“Kami mengutuk keras tindakan penghapusan paksa video dan foto milik jurnalis yang sedang bertugas. Ini adalah bentuk pelanggaran serius terhadap kemerdekaan pers,” ujar Saharuddin, Jumat (8/8/2025) sore.
Menurutnya, lokasi check-in bandara adalah ruang publik tempat jurnalis berhak mencari informasi. Oleh karena itu, tindakan menghalangi dan menghapus paksa materi liputan tidak dapat dibenarkan dan memiliki konsekuensi hukum yang berat.
“Tindakan menghalangi kerja jurnalistik seperti ini bukan lagi sekadar pelanggaran etika, tetapi sudah memenuhi unsur pidana sesuai Pasal 18 Undang-Undang Pers, dengan ancaman dua tahun penjara,” tegasnya.
IJTI Sultra tidak hanya mengecam, tetapi juga menuntut pertanggungjawaban dari semua pihak yang terlibat, termasuk permintaan maaf terbuka dari pihak bandara dan KPK yang diduga meminta peliputan ditiadakan.
“Kami mendesak Kementerian Perhubungan, KPK, dan Dewan Pers untuk melakukan investigasi tuntas agar kejadian serupa yang mencederai kebebasan pers tidak terulang kembali,” pungkasnya. (*)