Foto: Suasana RDP di ruang rapat komisi gabungan, di Gedung Kantor DPRD Berau, Bedungun.

TANJUNG REDEB – Aspirasi para korban pemutusan hubungan kerja alias PHK oleh PT Dwiwira Lestari Jaya (DLJ) site Biatan-Lempake, sampai di meja legislator Berau. Tak mendiamkan surat aduan, pada Senin (4/9/2023) kemarin, dewan melangsungkan rapat dengar pendapat atau RDP bersama dengan pemerintah hingga para pekerja.

Diketahui, rapat itu dipimpin oleh anggota Komisi I DPRD Berau, Rudi Mangunsong dan dihadiri Dinas Tenaga Kerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau, Kepala Pengawas Tenaga Kerja Provinsi Kaltim, Perwakilan DPC FBI Berau, dan perwakilan PT DLJ di Ruang Rapat Gabungan Komisi.

Anggota Komisi I DPRD Berau, Rudi Mangunsong, mempertanyakan pihak perusahaan yang tidak memberikan cuti panjang hingga upah lembur. Terlebih pengakuan perwakilan pihak PT DLJ, cuti panjang hanya diberikan kepada pekerja dengan status tertentu.

Sementara upah lembur masih dalam tahap proses yang dilakukan oleh mediator Disnakertrans guna memecahkan persoalan yang tengah dialami para buruh.

Sebab, diketahui upah lembur hanya diberikan kepada yang bekerja dikawasan pabrik sedangkan buruh lapangan tidak dapat.

“Apakah persoalan ini tidak di sosialisasikan sejak awal pada saat bekerja. Kalau dari awal mereka (karyawan) tahu persoalan ini, tidak mungkin mereka melakukan aksi mogok,” Rudi, mengutip komentarnya pada media lokal Kaltim.

Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka Rudi meminta pihak PT DLJ agar memberikan dokumen kontrak bekerja antara pekerja dan perusahaan untuk dipelajari lebih lanjut.

Apalagi, tampak ketimpangan kebijakan terkait upah lembur maupun cuti panjang bagi pekerja.

“Kalau bisa nanti bisa dikirimkan KKB ke sekretariat kami. Baik yang dipegang karyawan maupun perusahaan,” tukas Rudi.

Sementara itu, Kepala Disnakertrans Berau, Zulkifli Azhari menerangkan persoalan bermula pada Selasa (16/5/2023), kala itu, Forum Buruh Indonesia (FBI) menyerahkan surat mogok kerja dengan alasan para pekerja tidak diberikan cuti panjang dan uang lembur.

Kemudian, pada akhir Mei 2023 lalu, Disnakertrans melontarkan surat undangan kepada PT DLJ guna mencari solusi perselisihan antara pihak pekerja dan perusahaan.

Lalu pekerja dan perusahaan difasilitasi oleh Disnakertrans, dan kesimpulannya cuti panjang pernah dilakukan dan bisa diberikan kepada pekerja.

“Apabila tidak pernah maka pekerja boleh membuat aduan untuk mendapat kepastian hukum yang incraht,” ujarnya.

Sedangkan upah lembur para buruh, kata Zul, perlu dilakukan evaluasi lebih dalam dengan bukti yang konkret. Maka, pihaknya menyarankan untuk melaporkan kepada pengawas pekerja di Disnakertrans.

Selain itu, dari 208 orang, sebanyak 30 orang telah menerima uang kompensasi dari pemutusan kerja.

“Ini sudah sampai di bagian pengawasan juga dan sudah di mediasi. Kami ringkaskan perhari ini, yang telah mencapai kesepakatan itu 30 orang dari 208. Sisanya masih tahap proses,” bebernya.

Ia berharap, baik pihak mediator maupun perusahaan dapat menyelesaikan permasalahan yang masih berjalan. Terlebih, berdasarkan hukum normatif, jelasnya, ketika proses sedang berjalan, mesti dituntaskan hingga mencapai kesepakatan.

“Kami harap proses ini bisa selesai secara kesepakatan bersama baik buruh maupun pihak DLJ,” tandasnya.

Sementara itu, Human Capital Region Kaltim I PT DLJ, Weli Sudarsono menjelaskan, pihaknya pada tanggal 23 Mei 2023 telah di undang oleh Disnakertrans agar dipertemukan dengan perwakilan serikat pekerja. PT DLJ menyampaikan beberapa alasan mengapa permasalahan itu muncul.

Disampaikan Weli, ada yang perlu digaris bawahi terkait dengan cuti panjang dan upah lembur. Ini tidak sepenuhnya wajib, dikarenakan peraturan undang-undang (UU) yang menjelaskan tentang adanya cuti panjang bukan suatu hal yang wajib.

“Bahwa hanya golongan tertentu saja yang wajib mendapatkan seperti asisten dan atasan. Sedangkan level karyawan tidak mendapatkan,” tegasnya. (*)

Reporter: Sulaiman