Foto: TPA Bujangga yang kini kondisinya mempeihatinkan akibat over kapasitas. 

TANJUNG REDEB- Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau, Mustakim Suharjana, memastikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bujangga, seluas 12 hektare di Jalan Sultan Agung, Tanjung Redeb bakal direlokasi.

Bahkan, sudah ada 12 titik calon lokasi TPA di empat kecamatan terdekt, seperi Sambaliung, Tanjung Redeb, Teluk Bayur, dan Gunung Tabur.

“TPA saat ini, sudah tak layak lagi. Dan harus dipindah, dan jauh dari pemukiman,” katanya.

Hanya kata dia, meskipun nantinya sudah ditentukan titik lokasinya, belum bisa langsung digunakan. Pasalnya, akan ada proses desain untuk TPA yang baru, agar ketika dimanfaatkan tidak memberikan buruk bagi lingkungan disekitarnya.

Selain itu, pengelolaan TPA baru juga direncanakan akan melibatkan pihak ketiga. Terpenting kata Mustakim, penganggarannya nanti didukung oleh Pemerintah Kabupaten Berau dan DPRD Berau.

“Nanti desainnya tidak akan sama dengan kondisi TPA yang sekarang,” katanya, beberapa hari lalu.

Dia juga menambahkan, saat ini survei dan studi kelayakan atas 12 titik lokasi itu sedang dilakukan. Setelah survey, kemudian akan dilihat lagi kelayakannya.

“Jika sudah mengerucut di tiga titik yang dianggap layak, kami akan ajukan ke Bupati Berau untuk selanjutnya ditetapkan lokasinya,” terangnta.

Relokasi TPA itu terpaksa dilakukan, mengingat, pada jarak sekitar 1 Km dari lokasi TPA sekarang, akan dibangun rumah sakit baru multi years contract (MYC). Sesuai syarat berdirinya rumah sakit, TPA harus berjarak lebih dari 5 Km.

“Sementara tahun ini rumah sakit baru juga akan mulai dibangun. Jika tidak direlokasi, ini akan menjadi masalah baru lagi kedepannya,” katanya.

Memang, penanganan TPA memang membutuhkan anggaran dalam jumlah yang besar. Untuk TPA sekarang saja, pihaknya tidak memiliki anggaran yang cukup untuk menangani tumpukan sampah yang sudah mencapai ketinggian 5 meter.

“Tentu, banyak biaya yang perlu dikeluarkan untuk menangani sampah yang telah overload di lokasi itu. Kalau tidak disupport anggaran, kami pasti kesulitan,” jelasnya.

Sementara saat ini, DLHK tahun 2023 hanya diberi anggaran senilai Rp 32 miliar. Dari jumlah anggaran itu, untuk gaji pekerja dan pegawai kontrak sudah mencapai Rp 25 miliar dalam setahun.

Kecilnya anggaran itu, tentu tidak cukup untuk membiayai berbagai aktivitas di lapangan. Belum lagi ada perbaikan alat, biaya operasional kendaraan, BBM, service peralatan, dan lain-lain.

“Tahun ini memang disupport anggaran sejumlah Rp 750 juta. Itu juga masih kurang untuk perbaikan alat, yang sudah menelan biaya hingga Rp 300 juta,”

Sialnya lagi, di TPA itu, hanya ada 1 unit alat berat jenis buldozer pengadaan tahun 2022 yang masih beroperasi. Sementara, eksavator PC 100 sedang dalam perbaikan.

“Ini juga membuat penanganan sampah memang sama sekali belum bisa maksimal,” pungkasnya. (*/)