Foto: Aktivitas penambangan batu bara di sekitar Hutan Kota

TANJUNG REDEB, – Buntut sidak yang dilakukan Bupati Berau Sri Juniarsih ke hutan kota tangap yang ditambang PT Bara Jaya Utama beserta pekerja tambang yang diduga ilegal, pada Selasa (1/11/2022), Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan turut berkomentar.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau, Mustakim Suharjana mengatakan, terkait hutan kota memang harus bebas dari aktivitas pertambangan. Namun kendalanya, pihaknya tidak punya wewenang terkait perizinan yang berkaitan dengan aktivitasnya itu.

Dia juga mengaku, sampai saat ini, DLHK Berau tidak memiliki data tambang yang diduga ilegal yang beroperasi di Kabupaten Berau. Adapun data yang dimiliki, hanya aktivitas tambang yang sudah legal dari sisi hukum.

“Yang bisa saat ini dilakukan adalah, meminta BJU menutup kembali lahan yang sudah digali seperti kondisi semula. Karena ini bukan ranah kami, dan kami tidak punya kewenangan untuk menyentuh yang ilegal,” jelasnya, kemarin.

Diakuinya, DLHK Berau hanya diberi tupoksi pengawasan terhadap aktivitas pertambangan yang sudah memiliki izin operasi. Salah satunya adalah PT Bara Jaya Utama. Makanya kata dia, pihaknya mendatangi BJU selaku pemegang IUP. Adapun aktivitas pertambangan di sekitar hutan kota tangap, dan tepi poros jalan yang diduga ilegal itu, merupakan bagian dari IUP BJU.

“Kami kalau mendatangi tambang ilegal, sama saja melegalkan. Jadi semua wilayah yang di tambang di sekitar hutan kota ini ada IUPnya. Makanya PT BJU kami tekankan, harus dikembalikan seperti semula. Karena mereka yang punya wilayah,” terangnya.

Menurutnya, BJU memiliki tanggungjawab karena mengakomodir aktivitas pekerja tambang yang diduga ilegal.

“Kalau diperusahaan lain, disentuh wilayahnya satu meter saja, sudah pasang police line. Tapi BJU disentuh wilayahnya diam saja. Makanya diminta tanggungjawabnya. Terutama yang menambang di sekitar buffer zone,” jelasnya.

Dijelaskannya, untuk aktivitas buffer zone atau wilayah aman dari aktivitas pertambangan, hanya berjarak 22 meter dari poros jalan. Jarak tersebut berdasarkan informasi dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.

Adapun aktivitas penambangan tersebut diakuinya, sudah beberapa kali dilakukan teguran melalui pemegang IUP. Sementara, pihak pemegang IUP, dalam hal ini adalah BJU, semata-mata bukan melakukan kegiatan semata-mata mengacu pada dokumen AMDAL.

“Mereka juga punya rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB). Itu keluar setiap tahun. Terkadang, mereka mengerjakan atau menambang mengacu ke RKB itu,” jelasnya.

Kalaupun pekerjaannya tidak sesuai dengan dokumen AMDAL, tetapi ada perusahaan yang bekerja sesuai dengan RKAB yang diterbitkan Kementerian ESDM. Namun, ketika ditanya, apakah menambang di areal buffer zone sudah sesuai dengan RKB, pihaknya berdalih belum melihat RKB tersebut.

“Kami belum melihat itu karena itukan urusannya ESDM. Mereka punya inspektur sendiri yang melakukan pengawasan terhadap RKABnya,” pungkasnya.