Reporter : Hendra Irawan
|
Editor : Syaifuddin Zuhrie

TANJUNG REDEB,– Akhir-akhir ini Pemerintahan Kampung Merancang Ilir diterpa kabar tak sedap. Pasalnya, terdapat banyak isu dan opini yang berkembang bahwa Kepala Kampung Merancang Ilir, Zulfikar tak transparan dalam mengelola program dan anggaran kampung.

Beberapa diantaranya, terkait jumlah bantuan program bedah rumah yang dinilai tak sesuai. Dimana dari rencana 30 unit menjadi 20 unit, kemudian dugaan pemasanagan tarif atau biaya bagi warganya yang hendak melamar pekerjaan melalui pemerintah kampung, dan penghapusan BLT bagi warga yang tidak berpihak kepadanya.

Kemudian ada juga tudingan mengenai kurang terbukanya pemerintah kampung dalam hal penganggaran, hingga kepala kampung dituding memiliki proyek di Merancang Ilir. Namun semua tuduhan itu pun dibantah oleh Kepala Kampung Zulfikar.

Dia mengakui, akhir-akhir banyak isu liar yang sengaja digulirkan untuk merusak citra kepemimpinannya. Seperti misalnya terkait program rehab rumah, yang disebut ada 30 unit namun yang dikelola hanya 20 unit.

Menurutnya, banyak yang salah paham terkait hal itu. Sebenarnya, 30 unit itu adalah total usulan pemerintah kampung ke Pemkab Berau. Namun, hanya 20 unit yang terealisasi.

“Namanya usulan, berapapun yang direalisasikan itu yang diterima. Terlalu banyak isu yang beredar di Merancang Ilir,” katanya, belum lama ini.

Kemudian, ada juga isu penghapusan Bantuan Langsung Tunai (BLT), kepada orang yang tidak berpihak kepada kepala kampung. Kakam Zulfikar menegaskan, dirinya tidak pernah melakukan intervensi apapun terkait hal itu.

Dikatakannya, pendataan BLT merupakan tugas ketua RT di masing-masing wilayah. Kalaupun ada yang ditambahkan atau dihapus, pihak RT yang lebih tahu.

“Saya tidak pernah ikut campur soal itu. Kalau saya dianggap mengutamakan keluarga, saya sendiri tidak punya banyak keluarga di Kampung Merancang Ilir,” katanya.

Dia juga mengklarifikasi, terkait pembangunan surau yang anggarannya sekira 60 juta di sekitar tepi sungai, namun yang dikelola hanya Rp 20 juta.

Diterangkannya, pada dasarnya tidak ada yang salah dengan jumlah anggaran itu. Anggarannya juga sudah dikeluarkan secara keseluruhan untuk dimanfaatkan.

Adapun Rp 20 juta itu, kata dia, adalah dana untuk membayar uang yang digunakan sebelumnya untuk mendahulukan pembelian material surau. Mengingat material tersebut sangat dibutuhkan sementara ADK belum bisa dicairkan.

“Jadi kita bayar ke orang yang menalanginya setelah ADK cair. Dan sisa dananya dibelikan bahan-bahan oleh pekerja lantaran anggarannya sudah cair dari ADK. Kalau dibilang yang cair hanya 20 juta, itu tidak benar,” katanya.

2021 06 01

Tak hanya itu, dirinya juga menjawab tudingan lainnya, dimana dia disebut meminta sejumlah uang kepada masyarakat yang ingin bekerja di perusahaan pertambangan melalui pemerintah kampung

Dia kembali menegaskan, hal itu tidak benar. Dirinya tidak pernah meminta uang apapun kepada warganya yang ingin bekerja melalui pemerintah kampung.

“Saya pastikan itu tidak ada,” paparnya.

Bahkan, tudingan bantuan jamban sehat yang tidak disalurkan, juga ditanggapinya. Disampaikannya, saat itu dirinya mendapat informasi akan ada pembangunan jamban sehat, untuk warganya dari DPUPR Berau dianggaran perubahan 2024.

Dia menceritakan, pihaknya sempat ingin mengambil peluang itu melalui BUMK, yakni dengan menyediakan kloset. Sehingga, pihak kontraktor dari PUPR membeli kloset dari BUMK.

Dengan begitu, BUMK selaku lembaga bisnis kmpung memperoleh tambahan penghasilan.

Namun, ditengah jalan, dirinya mendapat informasi bahwa program tersebut batal turun. Akibatnya anggaran kloset yang sudah terlanjur dibelikan itu terpaksa diganti secara pribadi oleh dirinya.

“Rencananya, untuk pengadaan klosetnya mereka (kontraktor) mengambilnya dari BUMK saja. Tapi ternyata batal programnya turun karena Merancang Ilir, sudah dapat dianggaran murni tahun lalu. Terpaksa saya ganti uangnya ke BUMK. Karena saya juga yang suruh,” katanya.

Dirinya juga memastikan, sebagai kepala kampung tidak pernah terlibat ataupun mengelola proyek-proyek yang ada di kampungnya.

Untuk proyek di kampung, ada yang dikontrakkan dan ada yang dikerjakan secara swakelola. Jika kegiatan yang dikontrakkan, mayoritas yang dapat adalah orang luar. Sementara swakelola umumnya di dalam kampung dan dikerjakan oleh warga setempat.

“Karena kalau sudah diatas 200 juta harus dikontrakkan. Kalau yang diswakelolakan kita juga harus tanya, mampu apa tidak dikerjakan. Kalau tidak mampu tidak bisa juga dipaksakan,” terangnya.

Zulfikar memastikan, sejauh ini pihaknya sudah bekerja secara transparansi dan maksimal. Bahkan, setiap program yang akan dilakukan beserta anggarannya, sudah dipublikasi melalui berbagai cara. Mulai dari baliho hingga aplikasi desa digital yang diterapkan.

“Bahkan merancang ilir ini menjadi desa paling transparan di Kecamatan Gunung Tabur dengan program desa digitalnya. Semua anggran tercantum diperuntukkan untuk apa saja,” pungkasnya. (/)