Reporter : Sulaiman
|
Editor : Suriansyah

TANJUNG REDEB – Pengamat Kebijakan Publik di Kabupaten Berau, Mapasikra Mapasellen (Daeng sikra), dengan tegas mengatakan, PLN (Perusahaan Listrik Negara) tidak boleh hanya ‘cuci tangan’ atau melemparkan permasalahan “byar pet” ke perusahaan mitra kerjanya.

Akhir-akhir ini PT PLN UP3 Berau menjadi pihak yang paling disorot karena tidak maksimalnya pelayanan atas situasi pemadaman yang terjadi beberapa waktu belakangan ini. Apalagi, PLN merupakan ‘pemain tunggal’ dalam bisnis listrik di wilayah Berau.

PLN disebut tidak miliki visi terukur dalam memastikan listrik yang dinikmati warga tanpa pemadaman. Padahal, perusahaan berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu memiliki hak untuk mengembangkan bisnis di luar kebijakan pemerintah daerah.

Padahal, kata dia,  PLN memiliki data jadwal perbaikan seluruh mesin pembangkit yang ada di Berau.

Saat proses itu terjadi, maka seharusnya PLN memiliki langkah alternatif untuk memastikan listrik masih mengalir ke pelanggan, meski salah satu pembangkit sedang mengalami masalah atau dalam situasi perbaikan.

“Kalau saat maintenance itu Berau kehilangan suplai daya 10 Megawatt, maka harus ada cadangan setara 10 Megawatt (MW) juga,” ungkapnya Kamis (19/9/2024).

Langkah itu, menurutnya, lebih solutif. Ketimbang terus mengutarakan alasan perbaikan mesin kepada warga saat pemadaman dilakukan oleh PLN.

Untuk dipahami masyrakat, kebutuhan daya di Berau sampai saat ini mencapai 41 MW. Beban puncaknya mencapai 38 MW. Daya yang tersisa itu seharusnya ditambah. Dinaikkan sampai 10 MW. Lewat skema yang biasa dilakukan oleh PLN, seperti menyewa pembangkit dengan kapasitas 1×7 MW.

“Langkah ini juga untuk menjaga bisnis PLN, karena orang akan muak kalau terus diberikan pemadaman,” ucapnya.

Pria yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Berau medio 2014 lalu itu, memahami benar bagaimana kerja keras Berau dalam mengatasi krisis listrik di Berau sejak 20 tahun lalu.

5j pltu pln
ILUSTRASI: Petugas dari PT PLN UP3 Berau sedang melakukan perbaikan jaringan listrik. (foto: sulaiman/bt)

Saat itu, seluruh daerah di Indonesia mengalami krisis listrik. Diingatnya, saat era pemerintahan di Berau, tahun 2000-an awal, ketika Bupati Berau dijabat Masdjuni dan wakilnya Makmur HAPK.

Kala itu, Berau menjadi percontohan di seluruh daerah di Indonesia. Sebab, merupakan satu-satunya kabupaten yang mampu membangun pembangkit listrik sendiri.

Sekitar 2003 silam, Berau sempat mempresentasikan keinginan untuk membangun pembangkit sendiri di hadapan para kepala daerah di Kaltim, termasuk di hadapan Gubernur Kaltim saat itu, Syaukani.

“Sempat diketawakan saat itu, tapi kami tidak patah arang. Pak Makmur saat itu, langsung menghadap ke pemerintah pusat dan akhirnya dapat izin beli pembangkit,” kenang Daeng Sikra.

Saat itulah menjadi embrio berdirinya PT Indo Pusaka Berau (IPB) pada 2005. Tugasnya saat itu, memastikan warga Berau menikmati listrik untuk konsumsi rumah tangga dengan mengelola Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Lati.

Menjawab krisis listrik di Berau kala itu, dengan kapasitas daya 3×7 MW berbahan bakar utama batubara. Sudah tentu kehadiran IPB disebut sebagai perusahaan ‘Mulut Tambang’.

“Kala itu, listrik bisa dialirkan ke beberapa kampung terdekat, cukup untuk suplai ke masyarakat,” kata pria yang juga sempat menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Berau itu.

Meski berstatus sebagai perusahaan plat merah, namun PT IPB merupakan perusahaan konsorsium atau pembiayaan bersama. Di dalamnya terdapat kepemilikan  beberapa pemili saham, yakni Pemkab Berau dengan saham sebesar 49,48 persen, PT Indonesia Power anak usahan PLN sebsar 46,53 persen dan sisanya dimiliki PT Jasin Effrin Jaya sebesar 3,99 persen.

Atas status kepemilikan saham itu, IPB pun memiliki kewajiban untuk menyuplai daya ke PT PLN UP3 Berau.

Dijelaskannya, dalam perjanjian kerja sama itu, IPB menyuplai daya sebesar 7 MW, namun menurun saat ini lantaran usia mesin yang sudah menua. Diperkirakan, tersisa 5 MW saja.

Sementara sisa daya yang dimiliki, dijual ke perusahaan tambang. Hal itu pun menjadi amanat daerah. Dimana IPB dituntut untuk tetap produktif memberikan nilai tambah pada pendapatan dan belanja daerah.

“Tapi situasinya, penjualan listrik ke masyarakat dibebankan lebih ke IPB. Sementara ‘kan ada PLN yang harus bertanggungjawab untuk itu,” kata Daeng Sikra.

demo PLN Berau terkini
Aksi demo warga di depan kantor PLN UP3 Berau pada Selasa (17/9/2024) malam. (Foto:Sulaiman/BT)

Lebih lanjut kata dia, PT PLN UP3 Berau juga wajib memberikan informasi detil dalam setiap kali pemadaman dilakukan. Menjelaskan langkah strategis untuk meminimalisir komplain pelanggan.

Demikian pula dengan PT IPB, seharusnya memenuhi kebutuhan informasi publik secara berkala, sebab statusnya sebagai perusahaan daerah.

“Jangan tiba-tiba maintenance. Kita tahu info terus selesai. Seharusnya, ada langkah visioner untuk mengantisipasi pemadaman,” ucapnya.

Mandeknya komunikasi antara PT PLN UP3 Berau dengan pihak PT IPB pun dikritik. Sebab, setiap kali hendak melakukan pemadaman, Perusda tidak mendapatkan konfirmasi detil terkait rencana itu. Sehingga informasi yang sampaikan ke publik terkadang menjadi simpang siur.

“Jadi masyarakat tidak melulu menyalahkan PLTU Lati saja, padahal itu jadi tanggungjawab PLN,” ungkapnya.

Daeng Sikra berpesan, agar PT PLN UP3 Berau membuat langkah konkrit dalam mengatasi krisis listrik di Berau saat ini. Minimal mendatangkan pembangkit yang melalui skema sewa alat. Sama halnya dengan yang dilakukan jelang bulan Ramadan tahun lalu.

Langkah ini dianggap akan berbuah kebaikan untuk daerah. Sebab, sejatinya akan berdampak terhadap derasnya investasi yang akan masuk ke Berau. Demikian juga dengan nasib PLN. Tidak akan lagi didemo warga seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, saat pemadaman dilakukan.

Kemudian, tidak juga hanya menggantungkan harapan dari Listrik Sistem Mahakam yang menurut rencana, baru akan terealisasi kurang dari setahun ke depan.

“Harus berani ambil langkah konkret, warga harus dilayani dengan baik,” pesan Daeng Sikra. (*)