SAMARINDA – Temuan maraknya peredaran beras premium berkualitas rendah di Kalimantan Timur mengungkap sisi lain pada rantai pasok pangan.

Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (DPPKUKM) Kaltim menyoroti sebagian besar beras yang beredar di Bumi Etam merupakan produk dari luar daerah seperti Jawa dan Sulawesi yang kemudian dikemas ulang secara lokal.

Praktik ini dinilai menjadi salah satu titik lemah utama dalam sistem pengawasan mutu, yang berujung pada kerugian konsumen. Hal ini disampaikan setelah DPPKUKM merilis hasil uji laboratorium yang menyatakan sembilan dari sepuluh merek beras premium yang diuji tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

Kepala DPPKUKM Kaltim, Heni Purwaningsih menyebut rantai pasok yang panjang menjadi tantangan tersendiri.

“Sebagian besar beras yang beredar di Kaltim ini memang berasal dari luar daerah seperti Surabaya dan Sulawesi. Rantai pasok yang panjang dan praktik kemas ulang secara lokal menjadi titik lemah dalam pengawasan mutu,” ujar Heni, Kamis (7/8/2025).

Kelemahan pengawasan inilah yang diduga menyebabkan kualitas fisik beras tidak sesuai dengan label premium yang tertera di kemasan.

“Hasil uji laboratorium pun menemui ketidaksesuaian pada beberapa parameter penting, di antaranya kadar butir kepala yang rendah dan tingginya kadar butir patah,” ungkapnya.

Menyikapi temuan ini, DPPKUKM Kaltim telah mengeluarkan surat peringatan kepada para produsen dan distributor. Mereka diminta untuk segera menyesuaikan mutu dan harga jual produk sesuai dengan kualitas riilnya, meskipun produk tidak langsung ditarik dari pasar untuk menjaga ketersediaan stok.

Menurut Heni, temuan ini menunjukkan perlunya pembenahan total pada ekosistem perdagangan pangan di daerah.

“Tugas pemerintah bukan hanya memastikan stok cukup, tapi juga menjamin mutu dan harga yang terjangkau. Semua pihak harus menjalankan perannya,” katanya. (*)