Reporter : ⁠Dini Diva Aprilia
|
Editor : Syaifuddin Zuhrie

TANJUNG REDEB, – Memiliki penyakit kista dan didiagnosa tidak bisa memiliki keturunan pada 2004 lalu membuat Rusmiati, wanita berusia 44 tahun, warga Tanjung Redeb, justru sukses menjadi pengusaha jamu kunyit hingga mancanegara.

Rasa takut dan kecewa atas diagnosa itu bukannya disesali, tetapi justru menjadi cambukan semangat Rusmiati untuk sembuh. Sesuai saran orang tuanya, ia diminta untuk rutin mengkonsumsi minuman herbal tradisional seperti jamu untuk menghilangkan penyakit kista yang dialaminya.

Hanya saja, saat itu untuk mengkonsumsi jamu cukup sulit lantaran ia hanya menunggu pedagang kaki lima melintas di rumahnya. Karenanya, dengan pengetahuan yang dimiliki, ia melakukan penelitian dan pengolahan bahan herbal secara mandiri. Seperti kunyit putih, sebagai bahan utama minuman jamu yang dikonsumsinya.

Keteguhan dan semangat ingin sembuh untuk bisa memiliki momongan akhirnya terwujud. Setelah ia mengkonsumsi minuman herbal jamu kunyit putih olahan sendiri secara rutin selama 6 bulan. Kebahagiaan itu pun akhirnya tiba.

“Setelah saya coba minum selama 6 bulan, ternyata pas dicek USG saya hamil, percaya tidak percaya juga,” ucapnya.

Setelah berhasil mengandung, ternyata kista yang dimiliki tak sepenuhnya hilang. Akibatnya, saat usia kandungan 7 bulan, salah satu janin dalam kandungan tidak mengalami pertumbuhan. Kondisi ini pun menyebabkan ia harus rutin minum obat penguat kandungan.

“Kehamilan saya kembar, tapi satu janin tidak tumbuh. Alhamdulillah, pas lahiran kistanya juga ikut keluar,” jelasnya.

zenvin berauterkini

Meski telah berhasil memiliki keturunan, penderitaan Rusmiati tak sepenuhnya berakhir. Ia justru ketergantungan obat-obatan yang menyebabkan kesehatan tubuhnya semakin menurun. Di momen ini, lagi-lagi jamu herbal dari kunyit putih menjadi alternatif yang justru membawa perubahan pada kesehatan tubuhnya.

“Ibu yang membuat jamunya dan ditambahkan madu untuk rasa. Akhirnya, saya berhenti mengkonsumsi obat dan fokus pada jamu,” terangnya.

Atas pengalaman itu, ia pun mulai memproduksi jamu dalam jumlah banyak. Bukan hanya untuk pribadi, tetapi juga diberikan kepada tamu yang datang ke rumahnya.

“Kebetulan waktu itu tamunya orang dari Dinas Kesehatan. Mereka bilang, ini enak, kenapa tidak dijual saja?” lanjutnya.

Mendapat respons positif, sebagai langkah awal, ia mulai memproduksi jamu kunyit putih dan dijual ke pasar Sanggam Adji Dilayas pada 2016 lalu. Ia memproduksi jamu sejak pukul 02.00 dini hari hingga 05.00 subuh.

Hanya saja, penjualan pertamanya di pasar Sanggam memiliki hasil yang kurang memuaskan. Banyak kendala yang dialami, di antaranya kurangnya minat orang untuk membeli. Sehingga, ia memiliki ide untuk memberikan label pada minumannya.

Ia pun mulai melakukan konsultasi dengan Dinas Kesehatan untuk mendapatkan saran dan masukan, baik itu soal branding dan label produk jamu.

Tak berhenti sampai di situ, ia juga bergabung dalam berbagai komunitas untuk belajar personal branding dan bisnis. Termasuk juga mengikuti pelatihan yang meningkatkan pemahaman tentang rencana bisnis dan autopilot.

“Saya bergabung di komunitas dan mulai memperluas produk jamu dengan varian baru, memperoleh izin usaha dan legalitas, termasuk PIRT dan HAKI,” ucapnya.

zenvin berauterkini

Setelah perjalanan panjang yang ia jalani, Rusmiati akhirnya berhasil mendirikan produk jamunya sendiri yang diberi nama Zenvin tepat pada 17 Juli 2017. Pemberian nama Zenvin bukan asal-asalan, namun nama ini merupakan gabungan dari kedua anaknya, Alzhen dan Alvin.

“Langkah besar ini sebagai respons terhadap pengalaman pribadinya dengan penyakit kista dan keinginan untuk memiliki anak. Akhirnya Zenvin berdiri pada 2017,” bebernya.

Wanita berhijab itu juga mengakui, peran media sosial sangat besar terhadap perjalanan Zenvin untuk dikenal banyak orang. Meskipun, kesadaran masyarakat tentang manfaat jamu masih rendah, persaingan harga dengan produk lain dan biaya pengiriman yang tinggi menjadi tantangan berat yang harus dihadapi. Ia semakin ingin untuk terus belajar mengembangkan bisnisnya.

Buah kerja kerasnya bertahun-tahun itu kini mulai terlihat. Dalam tiga hari, pihaknya mampu memproduksi 500 hingga 1.000 botol. Harga jualnya pun beragam, mulai dari Rp 15 ribu hingga Rp 100 ribu.

Bahkan, hingga saat ini ia sudah memiliki 12 varian jamu, 4 varian di antaranya telah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Bermodal uang Rp 3 juta, kini Zenvin bisa mendapat penghasilan Rp 10 hingga Rp 15 juta per bulan,” sebutnya.

zenvin berauterkini

Tak puas dengan capaian itu, ia mencoba mengikuti kompetisi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang dilaksanakan tingkat provinsi Kalimantan Timur dan Nasional. Hasilnya, produk Zenvin semakin terkenal. Hingga bisa mengikuti kegiatan internasional dan bisnis matching dengan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Malaysia.

Puncaknya, Rusmiati melalui jamu Zenvin miliknya berhasil menjadi perwakilan Indonesia dalam kegiatan Hari Harta Intelek Negara (HHIN) 2024 di Malaysia. Perjalanan bisnis jamu Zenvin menunjukkan ketekunan dan inovasi dalam menghadapi tantangan.

“Dari produksi awal yang sulit, kini Zenvin telah berkembang dengan berbagai varian produk, legalitas yang kuat, dan kehadiran di pasar internasional. Diharapkan Zenvin dapat terus berkembang dan dikenal lebih luas, serta memberikan manfaat bagi masyarakat,” tutupnya.(*)